Kurang 2 Suara Lagi, Golkar Siap Interpelasi Risma
Fraksi Golkar DRPD Kota Surabaya siap menginterpelasi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Bahkan, Fraksi yang beranggotakan lima orang itu hanya membutuhkan dua suara lagi untuk mengusung hak interpelasi.
"Ini hak anggota dewan. Di kami ada lima, kan kurang dua," Agoeng Prasojo, Sekretaris Fraksi Golkar, Selasa 5 November 2019 di DPRD Kota Surabaya.
Agoeng mengaku, hingga saat ini, Fraksi Golkar masih berkomunikasi dengan semua partai terkait hak interpelasi tersebut. Namun, ia tak mau menyebutkan ke partai mana saja ia komunikasi.
"Kalau itu saya tidak bisa menyebutkan," kata Agoeng.
Bahkan, Agoeng mengaku, keputusan untuk menggelar sesi interpelasi bukanlah keinginan pribadi saja. Namun juga sesuai keputusan fraksi, yang diambil dalam rapat fraksi Senin lalu.
"Kita tetap dalam rel keputusan. Sesuai dengan rapat fraksi internal," katanya.
Penggalangan dukungan untuk meng-interpelasi Wali Kota Tri Rismaharini yang dilakukan Golkar, menurut Agoeng lantaran Golkar kecewa terhadap sikap dari Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Surabaya, Afghani Wardhana maupun Pemkot Surabaya.
Hal itu dikarenakan, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainuddin Amali tidak bisa masuk ke dalam Stadion Gelora Bung Tomo atau GBT untuk meninjau kesiapan sebagai tuan rumah Piala Dunia U 20. Pasalnya pintu stadion terkunci dan juga tidak ada pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya di lokasi.
"Saya sudah telepon Kadispora sebelum beliaunya (Menpora) datang. Teleponnya aktif, tapi dihubungi berulangkali nggak diangkat. Saya telepon Kepala Bappeko. Kepala Bappeko sudah menghubungi Kadispora, katanya juga tidak diangkat," tuturnya.
Menurut Agoeng, itu adalah tindakan yang melecehkan menteri. Terlebih, Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali datang atas perintah Presiden Joko Widodo.
Agung menilai, ketidakhadiran pejabat dari Pemkot Surabaya maupun kondisi pintu GBT tertutup bisa jadi karena ada unsur kesengajaan. Meski dugaan itu ia anggap sebagai masih terlalu dini.
"Kalau saya katakan ini ada unsur kesengajaan, rasanya masih prematur. Tapi namanya Kadispora, ketika ada Menpora itu harusnya mendampingi. Sebagai ASN (aparatur sipil negara), harus taat dengan aturan. Jangan dijadikan alat politik. Dia harus bermain sebagai posisi abdi negara," jelasnya.