Kunjungi DPRD Surabaya, KPK Peringatkan Anggota Dewan Tidak Cawe-cawe Pokir
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI memberikan edukasi dan peringatan kepada segenap anggota DPRD Kota Surabaya periode 2024-2029 mengenai titik kerawanan terjadinya tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan fungsi mereka dalam bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran.
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Irjen Pol Didik Agung Widjanarko menjelaskan, terdapat sejumlah tindak pidana korupsi yang sering terjadi di tubuh anggota dewan.
"Korupsi yang paling banyak terjadi itu berkaitan dengan penyuapan, yang kedua pengadaan barang dan jasa yang merupakan titik paling rawan terjadinya korupsi di Indonesia, kita mengingatkan mereka ada titik rawan yang perlu dihindari oleh rekan-rekan rekan DPRD," ujarnya, seusai kegiatan Perkuat Sinergi Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah, di Gedung DPRD Kota Surabaya, Senin 14 Oktober 2024.
Selain itu, KPK juga memperingatkan para anggota DPRD Kota Surabaya terkait program pokok pikiran (Pokir). KPK meminta kepada segenap anggota DPRD Kota Surabaya agar tidak ikut cawe-cawe ketika Pokir sudah dimasukkan ke OPD.
Sementara itu, anggota Satgas Pencegahan Direktorat III Korsup KPK Irawati menjelaskan, maksud cawe-cawe tersebut adalah dimana para legislator berusaha untuk ikut menentukan sosok atau lembaga yang akan mengerjakan dan lainnya.
“Pokir itu bukan hanya berbicara mengenai pagu, Pokir itu berbicara keselarasan dan yang paling penting ketika Pokir sudah dimasukkan ke dalam program oleh setiap OPD, jangan ada yang cawe-cawe di sana,” tegas Irawati.
Irawati juga mengatakan, bila berbicara mengenai potensi tentang kerawanan tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi, berdasarkan data penanganan kasus di KPK masih terdapat di area tata kelola, penganggaran, dan perencanaan
“Proses perencanaan harus betul tepat sasaran dan sesuai prioritas dari pembangunan daerah. Kemudian data dasar perencanaan harus bisa dibuktikan terkait dengan validasi dan data terkait kebutuhan daerahnya. Sementara terkait penganggaran, yakni dalam konteks APBD yang harus dilihat dari segi efisiensi dan efektivitasnya,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Sementara DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan, segenap Pokir yang selama ini yang lahir melalui hasil reses segenap anggota DPRD Kota Surabaya hanya berbentuk usulan.
“Kemudian setelah itu (Pokir) tidak kita urus lagi dan tidak kita kawal, apalagi siapa yang mengerjakan karena yang mengerjakan adalah Pemerintah kota Surabaya. Sehingga pertanggungjawaban pekerjaan itu diperjelas bagi segenap warga Kota Surabaya,” pungkas politikus PDI Perjuangan itu.