Kunjungan Risma ke Kota Mojokerto, Jenguk Yatim Piatu Penderita Tumor Uterus
Menteri Sosial Tri Rismaharini menjenguk Oktavia Dwi Rahmadani 18 tahun gadis yatim piatu penderita tumor uterus di Kota Mojokerto, Kamis 5 September 2024.
Risma beserta rombongannya tiba di kediaman Oktavia di Lingkungan Kuwung Kelurahan Meri, Kecamatan Kranggan, sekitar pukul 09.30 WIB. Dalam rombongan itu, Risma tak menggunakan kendaraan dinas yang berpelat nomor RI 29. Namun ia menggunakan mobil Toyota Alphard warna hitam nopol L 1649 KE.
Mantan Wali Kota Surabaya itu disambut Oktavia dan kakak kandungnya Septi Kustanti, 32 tahun, yang sudah menunggu sejak pagi di rumahnya yang sederhana. Risma sempat memberikan motivasi serta bantuan berupa uang tunai kepada kakak Oktavia.
"Kasihan adik ini (Okta) sudah yatim piatu yang dirawat oleh seorang kakak yang juga kondisinya pas-pasan. Karena itu, saya minta teman-teman dari Kemensos untuk segera turun menangani ini. Mudah-mudahan tidak ada kata terlambat ya," kata Risma kepada wartawan di lokasi.
Kemensos RI memberikan sejumlah bantuan untuk Oktavia dan kakaknya, di antaranya kursi roda, kebutuhan bahan pokok, peralatan sekolah, sejumlah uang tunai dan lain-lain.
Selain itu, lanjut Risma, Kemensos RI juga membantu kakak Oktavia untuk menjalankan usaha jualan bahan pokok dan makanan ringan. Itu dilakukan agar Septi, sang kakak tidak bekerja di luar dan bisa fokus menjaga adik semata wayangnya.
"Kalau kami biasanya menangani begini kami lengkap. Kita lihat kondisi keluarganya seperti apa? satu persatu kita berikan treatment. Termasuk tadi putri kakaknya itu kita bantu belikan alat sekolah dan sebagainya. Juga kita bantu usaha, nanti jalan atau tidak yang paling penting adalah kita membantu. Saya minta tadi off dulu bekerja untuk menjaga si adik," ungkapnya.
Diketahui, Oktavia menderita tumor uterus sejak dua tahun lalu, saat dia masih kelas 10 SMA. Anak yatim piatu yang tinggal bersama saudara kandung perempuannya bernama Septi Kustanti, 32 tahun. Septi hanya mengandalkan gaji dari penghasilan sebagai buruh di kios minuman yang ada di Sky Work Alun-alun Kota Mojokerto.
Sebagai anak tertua dari dua bersaudara, Septi, janda dua anak ini sudah berusaha menjaga dan mengobati sakit yang diderita adiknya, namun apalah daya, dengan gaji Rp35 ribu per hari tidaklah mampu menanggung semua kebutuhan pengobatan, meski tetap dibantu Kartu Indonesia Sehat (KIS) APBD.
Septi menceritakan, tumor itu diketahui saat adiknya baru masuk sekolah kelas 10 SMA PGRI Puri, Mojokerto. Pada tahun 2022 itu muncul benjolan pada perut bawah adik semata wayangnya.
Pihak puskesmas menduga terjadi masalah pada kandungan Oktavia. Namun setelah diperiksa dokter di RS Gatoel, ternyata tidak ada masalah pada kandungan.
Pihak rumah sakit pun menyarankan Oktavia untuk Ultrasonografi (USG). Namun, kondisi ekonomi yang kurang layak membuat Septi mengurungkan niatnya untuk kembali membawa adiknya berobat.
Meski batal USG, Oktavia masih bisa beraktivitas seperti biasa, kesehatannya pun tampak normal, bahkan ia tetap melanjutkan sekolah.
Seiring berjalannya waktu, tumor yang dideritanya kian kambuh. Sering kali ia pingsan di sekolah. Septi pun memutuskan adiknya untuk tidak melanjutkan menempuh pendidikan.
Meski begitu Oktavia masih bisa beraktivitas, bahkan menjaga kedua anak kakaknya saat ditinggal kerja. Namun, sekitar bulan Maret 2024 Oktavia mulai terlihat kurus. Pasca Hari Raya Idul Fitri, tiba-tiba drop.
Okta dilarikan ke RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto untuk mendapatkan perawatan medis. Dua hari setelah opname, kaki dan tangan Okta membengkak.
"Saya tanya ke dokter, kenapa dok kok bengkak? Dokter menyimpulkan karena penyakitnya sudah menjalar," ujarnya.
Septi menyebut, Pihak dokter RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo hanya menangani pembengkakan saja. Untuk benjolan yang diklaim tumor masih belum ada penanganan.
“Saya waktu mengantar adik kontrol pertama tanya, ‘dok, apa tidak ada harapan sedikit saja?’ jawab dokter: ‘tidak ada’,” terangnya sembari meneteskan air mata.
Selain menderita tumor, Septi mengatakan, tidak ada biaya untuk membiaya pendidikan sang adik. Penghasilannya sebagai penjaga kios minuman di Sky Walk Alun-alun Kota Mojokerto terbilang pas-pasan.
Ia menambahkan, ada indikasi jika penyakit tumor yang diderita sang adik disebabkan genetik. “Ada keturunan, kakak saya ada kanker, adiknya ibu saya juga kena kanker lidah, dan ibu saya sendiri tumor paru-paru. Jadi menurut saya ada faktor Gen juga," ungkapnya.
Advertisement