Kunci Sukses Nabi Muhammad dalam Berdagang, Ini Tarikh Islam
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Demikian kutipan Al-Quran Surat Ibrahim ayat 37 disampaikan Muchlas Rowi, Dosen IBM Bekasi dalam acara Gerakan Subuh Mengaji. Muchlas menuturkan, ayat tersebut memberikan gambaran mengenai fenomena khusus perniagaan di jazirah Arab.
Saat itu kondisi kawasan Arab yang berbatu, kering, berpasir tentu saja tidak dapat menghasilkan pertanian yang dapat dipetik. Kemudian, kaum Quraisylah yang satu-satunya memiliki akses untuk menyelenggarakan perdagangan di Makkah karena mereka penjaga Ka’bah.
Silsilah Nabi
Selain itu, Muchlas menjelaskan secara runtut silsilah keluarga Nabi Muhammad SAW yang merupakan keturunan pedagang masyhur dengan masing-masing capaian yang dimilikinya.
Seperti Qushai ibnu Kilab yang merupakan tokoh yang membuka jalur perdagangan di Makkah. Ada juga Hasyim ibnu Mannaf yang merupakan kakek buyut dari Nabi Muhammad SAW. Soal silsilah keluarga Nabi Muhammad SAW, Muchlas menjelaskan karakter dermawan yang dimiliki oleh Hasyim ibnu Manaf.
“Hasyim dalam kisahnya memiliki karakter dermawan. Dalam sebuah kisah diceritakan saat musim paceklik hingga terjadi kelaparan, dia pergi menuju Syam. Sepulangnya dari Syam dan tiba di Makkah (dengan membawa gandum), Hasyim tidak menjual gandum tersebut. Namun, membagikan gandum yang telah diolah menjadi roti dan (membagikan) sekian banyak sembelihan kepada masyarakat,” terang Muchlas.
Kemudian Muchlas mengajak untuk mengingat kembali fase perjalanan Nabi Muhammad SAW yang terbagi menjadi beberapa fase. Di antaranya ketika nabi berusia 8 – 12 tahun sebagai penggembala, 12 – 39 tahun berdagang, dan 40 – 63 tahun sebagai fase kenabian.
Muchlas memandang kemandirian Nabi Muhammad SAW (termasuk dalam berbisnis) terbangun sejak dia tidak lagi dirawat oleh kedua orang tua dan kakeknya.
“Bayangkan, sejak itu para saudaranya di tempat ia dirawat tidaklah sedikit. Nabi Muhammad SAW saat itu merasa sungkan ketika makanan yang dipotong menjadi beberapa bagian yang terkadang tidak mampu mencukupi untuk dimakan bersama-sama,” jelas Muchlas.
“Didorong oleh kondisi tersebut, di situlah Nabi Muhammad memutuskan untuk menggembala dan mengikuti jejak pamannya untuk berdagang,” sambungnya.
Integritas Pribadi Nabi
Ia menjelaskan, modal integritaslah yang membawa Nabi Muhammad SAW menjadi pedagang yang ulung. “Selain tentu saja integritas, kecakapan, dan keberanian untuk bergaul dengan para pedagang masyhur yang menjadikan ia memiliki bekal pembelajaran tentang konsep berdagang para saudagar. Salah satu tokoh pebisnis yang dicari dan diajak berbicara adalah Hayyan,” kata Muchlas.
Jika ditarik di masa kini, nilai-nilai yang dikenal sebagai konsep bisnis pada masa modern tampaknya telah melekat dan diimplementasikan lebih dulu pada perilaku bisnis yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW, terutama dalam sisi keamanan dan moralitas.