Kuliner KA, Empal Gentong di Cirebon Tempe Mendoan di Purwokerto
Naik kereta antar kota sekarang tak hanya nyaman. Tapi juga bisa menikmati wisata kuliner makanan khas kota di sepanjang perjalanan.
"Kami sudah lama menyediakan makanan khas kota-kota tertentu yang kami lewati," kata Sulistiyo kepada ngopibareng.id.
Pria dengan postur atletis ini petugas resto Kereta Api Argo Dwipangga Jakarta-Solo. "Layanan ini sudah sejak 5 tahun lalu," tambahnya.
Argo Dwipangga adalah salah satu KA eksekutif yang melayani jalur selatan setiap pagi dari Jakarta. Sampai Stasiun Jogjakarta jam 15.30 sebelum terakhir di Stasiun Balapan Solo.
Saya baru pertama kali ini naik Argo Dwipangga. Karena harus mendampingi ibu mertua yang habis kondangan di Jakarta. Sampai Purwokerto.
Berangkat pukul 8.00 pagi dari Stasiun Gambir sekaligus nyambangi anak yang sedang kuliah di Jogja. Tak ada pesawat lewat Purwokerto.
Tapi naik kereta sekarang tak hanya makin nyaman. Tapi juga bisa memenuhi hasrat wisata kuliner sepanjang perjalanan yang panjang.
Setelah pemberhentian pertama di Stasiun Cirebon, pwtugas resto menyapa penumpang dengan menawarkan menu khas kota ini. Namanya Empal Gentong.
"Empal gentong...empal gentong," kata mbak-mbak petugas resto menyusuri koridor gerbong menawarkan menu yang baru naik dari stasiun Cirebon.
Tertarik dengan namanya, saya pun memesannya. Apalagi sampai Cirebon sudah jam 10 lebih. Cocok untuk sarapan telat.
Ketika mendengan empal gentong, bayangan saya terseret ke daging empal di Surabaya. Yang biasa menjadi lauk nasi campur dan rawon.
Empal di Surabaya untuk menyebut daging sapi yang direbus lalu digoreng. Biasanya dipotong kotak-kota dalam ukuran besar dan kecil.
Eh, ternyata empal gentong beda sama sekali. Ia lebih menyerupai soto daging kental. Hampir seperti gulai daging sapi. Disajikan dengan nasi.
Di dalam KA, empal gentong Cirebon disajikan dalam mangkok plastik. Di dalamnya ada kuah yang dibungkus kantong plastik.
Mangkok itu ditutup dengan lapis kedua berisi nasi hangat berbungkus kertas. Di atasnya ada tiga kantong plastik kecil. Isinya bawang goreng, potongan sledri, dan sambal kering.
Untuk menikmatinya, daging berkuah kental itu bisa dituangkan dalam mangkok. Lalu ditaburi potongan bawang goreng dan sledri.
Nasinya? Bisa dipisah di tempatnya semula. Bisa juga langsung dicampur dengan empal gentong seperti menikmati soto campur. Sedep.
Rasanya? Soto setengah gule. Atau soto dengan bumbu kuah yang tajam. Terasa gurihnya. Pedas dikit setelah sambal kering ditaburkan di kuahnya.
Setelah merasakan empal gentong di atas kereta, saya tergoda untuk mengeksplore lebih dalam kuliner Cirebon. Kalau sajian di atas KA saja seenak itu, apalagi sajian autentik di kotanya.
Kejutan kuliner di atas kereta tidak hanya itu. Usai berhenti 12 menit di Stasiun Purwokerto, ada sajian baru makanan khas kota Banyumas ini. Apa itu? Tempe mendoan.
Tempe yang diiris tipis dan digoreng lembek. Ini makanan yang enak sekali dinikmati dalam keadaan panas atau hangat.
Di atas KA dijajakan dalam besek. Setiap besek berisi tiga tempe mendoan dengan satu bungkus bumbu kecap dan cabe lalapan.
Meski tak panas, tempe mendoan masih dalam keadaan hangat. Karena itu, terap enak dan nyaman dinikmati di siang hari saat waktunya makan siang.
Dalam daftar menu di restorasi KA, beberapa makan khas berbagai kota itu menjadi menu pre order. Ia bisa dipesan 2 jam sebelum stasiun tujuan di siang hari.
Namun, untuk KA Argo Dwipangga dijajakan setelah berhenti di stasiun Cirebon dan Purwokerto. Saya nggak tahu dengan kereta lain.
Yang pasti, jelajah kuliner pun bisa dilakukan di atas kereta api. Kuliner antar kota, setidaknya makanan khas kota yang terlewati.
Advertisement