KUHP Baru: Kades Kini Bisa Polisikan Pelaku Kumpul Kebo
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memastikan pembahasan Rancangan Undang-undang KUHP telah selesai dibahas dan tinggal proses pengesahan. Pembahasan substansi dalam KUHP sudah klir dan disepakati semua fraksi yang ada di DPR.
"Tadi malam kami rampungkan pembahasan dan perumusan RKUHP. Tinggal ada penyempurnaan pasal penjelasan. Tapi substansinya sudah selesai, tinggal beberapa rekomendasi dan ini tinggal kita serahkan pada ahli bahasa," kata anggota Panitia Kerja RKUHP Arsul Sani, Senin, 16 September 2019.
Menurut Arsul, ada beberapa pasal yang diubah. Di antaranya adalah soal perzinaan serta samen leven atau kumpul kebo serta pasal pencabulan.
Untuk urusan kumpul kebo, deliknya masih masuk delik aduan. Namun yang bisa mengadukan diperluas. Jika sebelumnya yang bisa mengadukan hanya suami atau istri, namun kini keluarga juga bisa.
Bahkan, kepala desa atau lurah saat ini bisa mengadukan soal kumpul kebo ini. "Kalau kumpul kebo hanya keluarga yang bisa mengadukan argumennya apa? Kalau kumpul kebo itu ada sosial damage, jadi masyarakat sekitar ikut dirugikan jadi kades bisa melaporkan," kata Asrul.
Kades atau lurah bisa melaporkan kumpul kebo ini merupakan usulan dari Fraksi PPP dan saat ini seluruh fraksi juga telah menyetujuinya.
Dengan perubahan ini, maka pelaku kumpul kebo nantinya bisa dilaporkan ke polisi oleh perangkat desa atau oleh perwakilan masyarakat yang merasa dirugikan oleh ulah kumpul kebo tersebut.
Perangkat desa bisa mengadukan kumpul kebo juga untuk mengurangi potensi penghakiman secara massal yang saat ini kerap terjadi. Jika ditemukan atau dilakukan penggerebekkan kumpul kebo, biasanya massa tidak terima dan melakukan penghakiman secara massal, ini yang mencoba diterjemahkan di KUHP yang baru.
Di KUHP baru ini, nantinya pelaku perzinaan terancam hukuman paling lama 1 tahun atau dendan kategori II. Sedangkan untuk kumpul kebo pidananya paling lama enam bulan atau denda paling banyak kategori II.
Dalam kesempatan ini, Arsul juga mengatakan bahwa pembahasan RUU KUHP ini memang menuai kontroversi. Ada beberapa LSM yang juga menolaknya.
"Tapi DPR ini bukan pemuas semua pihak. Pandangannya sudah berbeda, kan ndak bisa kalau kita puaskan semuanya," kata politisi PPP ini.
"Misalnya untuk pasal penghinaan presiden. Semua kan sudah selesai, artinya secara politik hukum semua sudah sepakat, itu teman-teman LSM ada yang mengkritisi terus," kata dia.