Kue Serabi Surabaya, Tinggal Cerita Kalah dengan Dim Sum
Jajanan tradisional ini kalau di Surabaya namanya 'Se inirebe'. Di daerah lain disebut serabi. Kue yang terbuat dari adonan tepung beras dan santan kelapa ini semakin sulit ditemukan. Kalau ada, yang jualan pasti nenek-nenek yang usianya di atas 60an tahun sambil nongkrong di gang kampung.
Bahkan di Surabaya asal-usul kue serabi, juga sulit ditemukan, tinggal cerita. Kalau serabi itu yang dimakan cairan gula aren dan santan pernah ada.
Anak-anak zaman sekarang, pasti tak mengenal bahkan ada yang belum pernah merasakan lezatnya serabi ini.
Berbeda dengan Pizza Hut, Sushi Jepang, Tom Yam Goong, Pad Thai da Som Tam dari Thailand. Dim Sum, Hong Kong, Ramen, Jepang, Hoka Hoka Bento dan Black Forest,
Tetapi pedagang serabi yang ditemui Ngopibareng.id di daerah Kebayoran Jakarta Selatan. Bu Iro, masa bodoh dengan makanan impor tersebut. Buktinya jajanan tradisional asal Surabaya yang dijajakan nenek berusia 62 tahun, tetap disukai banyak orang.
"Begitu buka yang datang kruyuk-kruyuk, sehingga habis dalam waktu sekejap," kata Bu Iro.
Menurut penjual serabi asal Jombang Jawa Timur ini, makanan tradisional seperti serabi, kucur, kue lapis, ondo-onde, gethuk, ketan salak, kolak, sebenarnya masih banyak yang menyukai. Kurang dikenal karena tidak pernah diiklan di televisi, berbeda dengan makanan dari luar.
"Pemerintah seharusnya peduli dengan makanan tradisional sebagai kearifan lokal," kata pensiunan guru sekolah dasar ini.
Ia menyebut makanan tradisional mempunya rasa alami, gurih dan lezatnya bukan hasil rekayasa dari bahan kimia.
Iro memperkirakan penjual serabi di Jakarta, tak lebih dari tiga atau empat orang. Iro mau berjualan serabi karena kepepet dan sudah nenek-nenek. Ilmu membuat serabi ia peroleh dari ibunya waktu membantu berjualan sebelum ikut suami pindah ke Jakarta.
Tempat lain, di daerah Tanjung Duren Grogol, Jakarta Barat ada suami istri, Supii dan Sutik yang juga berjualan serabi. Mereka ingin menghabiskan masa tuanya dengan menjual serabi.
Ia berjualan serabi sejak 11 tahun yang lalu, ketika warungnya bangkrut karena banyak yang utang dan tidak bayar.
Saat kepepet oleh keadaan ekonomi, Supii tiba-tiba teringat ilmu yang diwariskan ibunya, cara membuat serabi. Namun bapak empat anak tidak menceritakan sejak kapan ia tinggal di Jakarta. "Sampun suwi. Mulai bujang sampek ndhuwe anak papat," katanya.
Berawal dari coba-coba malah keterusan sampai sekarang. Pembelinya bertambah banyak sampai antre, berderet di trotoar.
Setiap hari ia membuka lapaknya mulai jam 04:00 sampai 07:00 pagi. Sore harinya dia mulai jualan mulai jam 15:00 sampai 17:00. Alasannya, selain waktu yang dinilai cukup ideal untuk menikmati serabi, juga untuk menghindari razia Satpol PP.
Waktu merebaknya corona dan diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serebeh Supii juga kena dampaknya, sepi pembeli. Tapi sekarang pembelinya sudah mulai ramai.
Aneka Serabi
Selain serabi kampung masih ada kue serupa dengan nama tekstur yang berbeda. Misalnya serabi solo. Bahannya sama terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan santan dan dipanggang di atas arang.
Serabi solo memiliki ciri pinggiran tipis dan garing sedangkan bagian tengah lebih padat. Serabi solo umumnya tidak memiliki topping, namun ada juga yang diberi taburan berupa potongan buah pisang atau nangka.
Serabi dari Solo yang telah melegenda adalah Serabi Notosuman, sehingga seringkali orang menyebut Serabi Solo sebagai Serabi Notosuman. Serabi Notosuman konon katanya telah ada sejak tahun 1923.
Dari dulu hingga sekarang, serabi ini hanya mempunyai dua rasa saja, yaitu coklat dan putih. Uniknya lagi, cara pengemasan serabi ini ada yang digulung.
Serabi jakarta sering disebut sebagai kue ape, bentuknya sepintas agak mirip dengan kue serabi lainnya. Perbedaan utama ada pada bahan yang dipakai. Serabi Jakarta dibuat dengan menggunakan tepung terigu yang dicampur dengan susu, dan ditaburi dengan meses atau keju.
Ada serabi asal Minang disebut pinukuik. Rasa dan bahannya sama dengan serabi di Jawa kebanyakan.
Satu lagi, serabi mataram memiliki bentuk lebih bulat dan tidak begitu lebar. Teksturnya lebih halus dan di tengahnya ada butiran kelapa. Terkadang di atasnya disiram dengan gula aren.
Asap kayu bakar untuk memasak serabi di tempatnya jualan, menebar aroma gurihnya serabi yang sedang dimasak secara tradisional. Biasaya harganya pun murah meriah. Per biji dibanderol dengan harga Rp2.500.
Advertisement