Kue Keranjang Beragam Rasa Hadir di Perayaan Imlek 2020
Salah satu ciri khas perayaan Tahun Baru China atau Imlek adalah makanan manis seperti dodol yang disebut sebagai Kue Keranjang.
Di negeri asalnya, kue kenyal dengan dominasi rasa manis gula aren ini disebut sebagai Nian Gao. Keberadaan kue keranjang telah berusia ribuan tahun. Sejak China masih berbentuk dalam beberapa kerajaan-kerajaan.
Di Surabaya, penjual kue khas ini ada di Pasar Atom. Setiap jelang perayaan Tahun Baru Imlek, Pasar Atom selalu dibanjir para pembeli untuk berburu makanan yang wajib di perayaan Imlek.
Ngopibareng menghampiri seorang penjual kue keranjang di Pasar Atom, Surabaya bernama Ko Horiyanto. Dengan ramahnya, pria yang mengenakan kaos putih celana pendek ini menyambut Ngopibareng, sambil menunjukkan berbagai jenis kue yang dijualnya.
Ko Horiyanto mengaku sudah 10 tahun berjualan kue keranjang dan pernak-pernik Imlek di Pasar Atom, Jalan Bunguran 45 Surabaya. "Ini kue khas Imlek," kata pria asli Mulyosari menunjukkan kue dagangannya, Kamis, 23 Januari 2020.
Ada yang berbeda dengan kue yang ditawarkan kali ini. Kue yang bertekstur lengket dan lembut di mulut berukuran 250 gram itu beragam warna terkemas rapi dalam kotak berwarna merah.
Kue keranjang tersebut tidak hanya memiliki rasa karamel. Masih ada varian rasa lain, seperti yang warna merah berasa stroberi, lalu warna hijau berasa pandan, dan warna hitam berasa cokelat.
Dilihat dari cara penyajiannya pun berbeda-beda, mulai dari dikukus lalu ditaburi parutan kelapa hingga digoreng dengan baluran kuning telur.
Kue yang terbuat dari tepung ketan dicampur tepung beras, vanili, gula dan kanji ini bisa tahan 4 hingga 5 bulan meskipun tanpa bahan pengawet.
Meski di atas kotak tertulis berasal dari Tegal, kue keranjang tersebut diproduksi di Surabaya, lalu didistribusikan melalui Pasar Atum, Surabaya.
Di sini, kue keranjang terdiri dari dua ukuran. Ada kotak berisi satu kue berukuran 500 gram, ada kotak berisi empat kue ukuran 250 gram.
Namun, Horianto menjual paling banyak ukuran 250 gram berisi 4 kue dengan harga Rp40 ribu dibanding ukuran 500 gram.
"Pembeli lebih menyukai kue keranjang biasa berukuran 250 gram isi empat buah, karena harganya murah," katanya.
Tambah Horianto, aneka varian rasa kue keranjang itu ternyata tak berdampak pada sisi penjualan. Karena pembeli lebih mementingkan harga dibanding rasa.
Walau demikian, penjualan kue tahun ini mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Tahun kemarin, kata dia, banyak pengunjung yang membeli hingga 40 kotak kue keranjang setiap hari. Tahun ini paling banyak hanya 20 kotak perhari.
"Tahun lalu, sehari omset kita bisa mencapai Rp800 ribu. Tahun ini turun hampir 50 persen. Paling setiap hari kita hanya mampu dapat Rp400 ribu," kata pria pemilik toko camilan di kawasan pertokoan Pasar Atum lantai 1, Jalan Bunguran, Pabean Cantian, Surabaya.
Makna Kue Keranjang
Ko Horianto menjelaskan kue khas Imlek seperti dodol yang kenyal dan lengket ini mempunyai makna tersendiri. Lengket di mata orang Tionghoa memiliki makna positif yang dipercaya secara turun-temurun.
"Lengket itu artinya agar rejekinya lengket terus. Di samping itu, kue ini sebagai simbol atas pendapatan dan jabatan yang lebih tinggi, anak-anak biar berkembang dengan baik dan secara umum menjanjikan tahun yang lebih baik dari sebelumnya," katanya.
Jadi, mereka percaya, mengonsumsi kue keranjang selama perayaan Imlek atau Tahun Baru Kalender Lunar mendatangkan keberuntungan dan nasib baik bagi yang memakannya.
Karena itu, masyarakat Tionghoa sejak dulu hingga sekarang memiliki kebiasaan memakan kue ini setiap harinya. Tetapi bagi sebagian masyarakat Tionghoa meyakini mengkonsumsi kue keranjang ini paling baik saat perayaan Cap Go Meh.
Alasannya, kata Ko Horianto, selain diyakini akan mendatangkan berkah, juga menjaga tradisi, dimana masyarakat harus mendahulukan berdoa kepada leluhur.
"Kue keranjang ini dimakan 15 hari setelah Tahun Baru Imlek atau bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh. Karena diyakini para nenek moyang kita agar mendapat berkat," kata Horiyanto.