Kudeta Militer Myanmar, Jenderal Hlaing Janji Menggelar Pemilu
Panglima militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, berjanji akan menggelar pemilu ulang pasca-kudeta dan menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi. Kudeta militer berlangsung karena adanya protes setelah Pemilu dimenangkan Aung San Suu Kyi yang dinilai curang.
"Kami akan mengadakan pemilu multipartai dan kami akan menyerahkan kekuasaan kepada yang menang dalam pemilu itu, sesuai aturan demokrasi," kata Min Aung Hlaing dalam sebuah pidato, dikutip Selasa 9 Februari 2021.
Hlaing tidak menjelaskan kapan pemilu bakal digelar, namun terus berulang mengatakan pemilu November lalu yang dimenangkan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi merupakan sebuah penipuan.
Dalam laporan Reuters, Min Aung Hlaing mengatakan, panitia pemilu harus direformasi.
Pidato Min Aung Hlaing dilakukan saat ribuan orang anti-kudeta turun ke jalan di ibu kota Naypyitaw, Yangon, dan kota lainnya untuk protes penggulingan pemerintahan.
Sebagian besar demonstrasi berjalan damai, tidak seperti aksi protes besar-besaran pada 1988 dan 2007 yang menewaskan ratusan orang.
Dewan Keamanan PBB telah menyerukan pembebasan Suu Kyi dan tahanan lainnya.
Inggris dan Uni Eropa juga meminta Dewan Hak Asasi Manusia PBB menggelar sidang khusus mengantisipasi kejadian itu.
Sebelumnya, dikabarkan ribuan orang turun di jalan kota terbesar Myanmar pada Minggu 7 Februari 2021. Aksi kali ini merupakan demonstrasi hari kedua.
Masyarakat memprotes penggulingan kekuasaan sipil dan penahanan oleh junta militer terhadap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pekan lalu.
Para pengunjuk rasa di Yangon membawa balon-balon merah. Warna merah mewakili Liga Nasional Suu Kyi untuk Partai Demokrasi (NLD). Mereka juga meneriakkan, "Kami tidak ingin kediktatoran militer! Kami ingin demokrasi!"
Menjelang tengah hari, ratusan orang juga berkumpul di kota pesisir Mawlamine di tenggara dan mahasiswa serta dokter berkumpul di kota Mandalay.
Kudeta militer di Myanmar itu dikecam para pemimpin dunia juga Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres.
Mereka mendesak pemimpin militer Myanmar melepaskan kekuasaan yang direbutnya dan membebaskan para politisi.