Kudeta Militer Myanmar, Adidas Bisa Terdampak
Kudeta Militer Myanmar dikhawatirkan berdampak pada sejumlah perusahaan di Amerika Serikat (AS) dan negara Barat lainnya. Salah satu bentuknya adalah hengkangnya investor Barat dari Myanmar.
Lucas Myers, analis dari The Woodrow Wilson International Center menyebut kudeta akan memperburuk hubungan Myanmar-AS mengikuti sejumlah sanksik yang sudah dijatuhkan Washington pada Desember 2019.
"Pada perdagangan, situasi di Myanmar dan pelanggaran HAM atas Rohingya membuat invetasi di sana kurang meyakinkan, dibandingkan dengan China," katanya pada Reuters.
Sedangkan William Reinsch, ahli perdagang dari Pusat Strategi dan Studi Internasional (CSIS), mengatakan jika sebagian besar pabrik Amerika di Myanmar adalah pindahan dari China dan tertarik lantaran rendahnya upah buruh, meski infrastruktur di Myanmar kurang. "Industri itu bukan semi konduktor. Pabrik ini relatif lebih mudah dipindah," katanya.
Sedangkan Stephen Lamar, Presiden Asosiasi Baju dan Sepatu AS, mengatakan banyak anggotanya yang memiliki usaha di Myanmar mengaku khawatir. "Kami mendorong restorasi penuh dan segera bagi lembaga demokrasi," katanya.
Diketahui total perdagangan antara Myanmar dan AS mencapai angka USD1,3 miliar selama 11 bulan di awal 2020, meningkat USD1,2 miliar dibanding 2019, menurut biro sensus AS.
Aksesoris dan sepatu menyumbang 41 persen barang yang diimpor AS, diikuti tas koper, sekitar 30 persen, ikan sekitar 4 persen, kata Panjiva, peneliti suplai pasokan global S&P Global Market Intelligence.
Koper merk Samsonite dan aksesoris milik LL bean, H&M, dan Adidas, adalah sebagian produk yang diimpor AS.
Impor AS meningkat akibat penerapan tarif pada barang yang dilakukan China, namun Myanmar ada di peringkat 84 daftar negara suplier AS, menurut data milik AS. (Rtr)