Kuburan di Indonesia Menyalahi Sunah? Ini Fakta Sebenarnya
Makam Baqi' hari ini memang rata dengan tanah, kemudian ada yang mengklaim beginilah kuburan yang benar. Sementara makam-makam di Indonesia khususnya para wali, kiai dan habaib adalah salah. Perhatikan tulisan Ahli Sejarah Syekh As-Sumhudi:
وَأَمَّا اْلمَشَاهِدُ الْمَعْرُوْفَةُ الْيَوْمَ بِالْمَدِيْنَةِ فَمَشْهَدُ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ وَالْحَسَنِ بْنِ عَلِيّ وَمَنْ مَعَهُمَا عَلَيْهِمْ قُبَّةٌ شَامِخَةٌ قَالَ ابْنُ النَّجَارِ وَهِيَ كَبِيْرَةُ عَالِيَةُ قَدِيْمَةُ الْبِنَاءِ وَعَلَيْهَا بَابَانِ
“Adapun makam-makam yang terkenal saat ini di Madinah adalah makam Abbas bin Abdil Muthallib, makam Hasan bin Ali dan orang yang bersamanya. Diatas makam-makam mereka ada kubah yang tinggi. Ibnu an-Najjar berkata: Kubah itu besar, tinggi dan bangunan kuno, yang memiliki 2 pintu” (Khulashat al-Wafa 1/262).
Ulama ahli hadis yang juga murid Syekh Ibnu Taimiyah menjelaskan keberadaan kubah besar milik keluarga Sayidina Abbas bin Abdul Muthalib:
وَمَاتَ (الْعَبَّاسُ) سَنَةَ اثْنَتَيْنِ وَثَلاَثِيْنَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ. وَدُفِنَ بِالْبَقِيْعِ. وَعَلَى قَبْرِهِ الْيَوْمَ قُبَّةٌ عَظِيْمَةٌ مِنْ بِنَاءِ خُلَفَاءِ آلِ الْعَبَّاسِ.
“Abbas (paman Rasulullah Saw) meninggal pada tahun 32 H. Disalati oleh Utsman, dimakamkan di Baqi’ dan diatas kuburnya ada kubah besar yang dibangun para Khalifah keluarga Abbas” (Siyar A’lam an-Nubala’ 2/97)
Syaikh al-Arnauth yang mentahqiq kitab tersebut berkata:
هَذَا كَانَ فِي عَصْرِ الْمُؤَلِّفِ أَمَّا اْلآنَ فَلَمْ يَبْقَ لَهَا أَثَرٌ.
"Ini -kubah maksudnya- ada di masa muallif (al-Hafidz adz-Dzahabi). Sedangkan saat ini sudah tidak ada bekasnya”
Jadi jelas sudah, makam di Madinah dahulu banyak kubahnya.
Hadis Larangan Membangun Makam
Riwayat larangan mengijing dan membangun makam memang terdapat dalam hadis Imam Muslim. Namun para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan hadis tersebut. Kelompok Salafi memang menolak dan merobohkan makam yang ada bangunan di atasnya.
Namun menurut Madzhab Syafi'iyah ada pengecualian:
ﻭﻣﺤﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ اﻟﻤﻴﺖ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﺼﻼﺡ ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﺟﺎﺯﺕ اﻟﻮﺻﻴﺔ ﺑﻌﻤﺎﺭﺓ ﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺇﺣﻴﺎء اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻭاﻟﺘﺒﺮﻙ اﻩـ. ﺣ ﻟ
Larangan membangun makam tersebut selama mayitnya bukan dari kalangan Ulama. Oleh karena itu boleh hukumnya berwasiat membangun makam orang-orang saleh, karena hal itu dapat menghidupkan ziarah kubur dan mencari berkah dari Allah (Hayisyatul Jamal 2/207)
Bukankah Imam Syafi'i memerintahkan agar kuburan di tanah wakaf dirobohkan? Kita lihat terlebih dulu:
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓﻲ اﻷﻡ ﻭﺭﺃﻳﺖ اﻷﺋﻤﺔ ﺑﻤﻜﺔ ﻳﺄﻣﺮﻭﻥ ﺑﻬﺪﻡ ﻣﺎ ﻳﺒﻨﻰ
Asy-Syafii berkata dalam kitab Al-Umm: "Saya melihat para pemimpin Makah memerintah untuk merobohkan bangunan kuburan" (Syarah Muslim)
Di masa yang sama, yakni sebelum Imam Asy-Syafii, ternyata makam Rasulullah ditinggikan dan tembok sekelilingnya dibangun:
ﻭﻫﺬا ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺧﻼﻓﺔ ﻣﻌﺎﻭﻳﺔ ﻓﻜﺄﻧﻬﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﻲ اﻷﻭﻝ ﻣﺴﻄﺤﺔ ﺛﻢ ﻟﻤﺎ ﺑﻨﻲ ﺟﺪاﺭ اﻝﻗﺒﺮ ﻓﻲ ﺇﻣﺎﺭﺓ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﻮﻟﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻠﻚ ﺻﻴﺮﻭﻫﺎ ﻣﺮﺗﻔﻌﺔ
"Di masa kekhilafahan Muawiyah sepertinya makam Nabi pada awalnya adalah rata. Setelah dibangun tembok makam di masa Gubernur Umar bin Abdul Aziz di Madinah atas perintah Walid bin Abdul Malik, maka mereka menjadikannya tinggi (Fathul Bari, 3/257)
Seberapa tinggi makam Nabi saat itu? Al-Hafidz Ibnu Hajar melanjutkan:
ﻋﻦ ﻏﻨﻴﻢ ﺑﻦ ﺑﺴﻄﺎﻡ اﻟﻤﺪﻳﻨﻲ ﻗﺎﻝ ﺭﺃﻳﺖ ﻗﺒﺮ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺇﻣﺎﺭﺓ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻓﺮﺃﻳﺘﻪ ﻣﺮﺗﻔﻌﺎ ﻧﺤﻮا ﻣﻦ ﺃﺭﺑﻊ ﺃﺻﺎﺑﻊ
Ghunaim bin Bustham Al-Madini berkata: "Saya melihat makam Nabi shalallahu alaihi wasallam di masa Umar bin Abdul Aziz ditinggikan sekitar 4 jari"
Kalaulah bangunan kuburan secara mutlak harus dirobohkan maka mestinya semua kuburan yang saat itu ditinggikan juga harus dirobohkan. Nyatanya makam Nabi tidak diapa-apakan, karena memang tidak berada di area lahan wakaf.
Bagaimana dengan perintah hadis meratakan kuburan? Kita lihat hadisnya ketika Nabi berpesan kepada Sayidina Ali;
«ﺃﻥ ﻻ ﺗﺪﻉ ﺗﻤﺜﺎﻻ ﺇﻻ ﻃﻤﺴﺘﻪ ﻭﻻ ﻗﺒﺮا ﻣﺸﺮﻓﺎ ﺇﻻ ﺳﻮﻳﺘﻪ»
"Janganlah kau tinggalkan gambar bernyawa kecuali kau hancurkan dan kuburan tinggi kau ratakan" (HR Muslim)
Sampai saat ini ada yang menerapkan hadis ini secara tekstual. Kuburan siapapun yang dibangun tinggi harus dirobohkan. Apakah benar? Teks kubur di hadis tersebut tidak bisa dipisahkan dengan Timtsal yang diperintah untuk dihancurkan. Apa Timtsal tersebut? Tidak lain adalah sesembahan selain Allah, seperti kaum-kaum terdahulu yang menyembah selain Allah:
اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖ مَا هٰذِهِ التَّمَاثِيْلُ الَّتِيْٓ اَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُوْنَ
"(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?”
Kuburan para wali, ulama, habaib yang dibangun saat ini tidak sama dengan hadis di atas, karena tidak ada patung-patung yang disembah. Mereka yang datang untuk ziarah ke makam-makam tersebut tetap menyembah Allah dan hanya meminta kepada Allah.
Demikian penjelasan Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur.
Kisah disampaikan usai Ziarah makam Baqi' ditemani ustadz Ach Sulthoni teman kuliah di Unsuri Surabaya.
Advertisement