Surat Bu Risma Mulai Disidang, KPU Surabaya Dicerca Hakim MK
Perkara Pemilihan Walikota (Pilwali) Surabaya mulai menghangat di meja sidang Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Selasa 2 Februari 2021, hakim MK, Saldi Isra menganggap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya selaku termohon, plin-plan dalam menjawab pertanyaan yang dilayangkan terkait “Surat Bu Risma Untuk Warga Surabaya”.
Berkali-kali, Saldi Isra mempertanyakan apakah termohon mengetahui surat tersebut. Namun, selalu dijawab tidak tahu oleh Komisioner KPU Surabaya, Agus Turcham, maupun kuasa hukumnya yakni Sri Sugeng.
Terus dikejar oleh hakim berdarah Sumatera Barat itu, ternyata termohon memberikan jawaban yang berbeda. “Ini apa namanya,” tanya Saldi. “Ya kalau saya melihatnya itu surat, begitu saja,” jawab termohon.
“Bukan merupakan bagian dari bahan kampanye sesuai dengan ketentuan yang kami pahami selama ini. Begitu,” ungkap termohon.
Hakim Saldi kembali menanyakan tentang Surat Bu Risma tersebut, sambil menunjukkan ke arah termohon. “Tapi bahwa ini ada, Anda tahu tidak,” tanyanya lagi.
Kali ini, Termohon menjawab mengetahui Surat Bu Risma tersebut. “Pernah tahu sebenarnya,” ujar termohon.
Hal itu membuat Hakim Saldi menilai jawaban termohon tidak konsisten. “Ini sudah mulai bergeser saudara,” ujar Hakim Saldi.
Atas jawaban dari termohon itu, tim advokasi Machfud Arifin-Mujiaman menyatakan bahwa hal itu mengonfirmasi dan menguatkan dalil pemohon tentang pelanggaran kecurangan bersifat terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) di Pilwali Surabaya.
“Dalil pemohon tentang keterlibatan aktif Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, dalam pemenangan Eri Cahyadi-Armuji melalui penyebaran Surat Risma dan video Risma untuk warga Kota Surabaya tidak dibantah oleh pihak perkait dan termohon,” kata Koordinator Kuasa Hukum MAJU, Veri Junaidi,
Bahkan termohon dan pihak terkait, kata Veri, tidak bisa menjelaskan dari mana asal-usul Risma mendapatkan alamat rumah warga Surabaya untuk mengirimkan surat tersebut. “Sehingga patut diduga informasi demikian justru diperoleh karena kedudukan yang bersangkutan sebagai walikota,” lanjutnya.
Veri juga menyoroti soal izin kampanye Risma untuk mendukung pasangan Calon Eri Cahyadi-Armudji. Dalam sidang, KPU mengungkapkan hanya menerima surat tembusan izin kampanye Risma dua kali, padahal ada 21 kali kampanye yang diikuti Risma.
”Ini aneh, Walikota Tri Rismaharini sangat aktif menjadi juru kampanye pemenangan Eri-Armudji, namun hanya izin dua kali,” ucap Veri.
Tim Advokasi Machfud Arifin-Mujiaman juga menyoroti kinerja Bawaslu Surabaya yang tidak menjalankan pengawasan dengan seharusnya. Berdasarkan jumlah pelanggaran yang terjadi, Bawaslu Surabaya hanya menemukan sembilan pelanggaran. Padahal ia menghitung ada 53 dugaan pelanggaran yang terjadi.
Veri menegaskan, Bawaslu Surabaya juga tidak melakukan fungsi penegakan hukum dengan optimal. Adanya dugaan pelanggaran pidana maupun administrasi tidak ditindaklanjuti dengan baik. Bahkan, ketidakwajaran Laporan Dana Kampanye Eri Cahyadi-Armudji sebesar Rp0 tidak dijadikan temuan ataupun dilakukan proses penegakan hukum meski secara terang Bawaslu menunjukkan adanya aktivitas kampanye yang dilakukan oleh Eri Cahyadi-Armudji.
Advertisement