Kuasa Hukum Dosen Cabul Unej Minta Hakim Tolak Keterangan Saksi
Kuasa hukum dosen Unej berinisial RH, terdakwa kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur meminta majelis hakim menolak keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU). Hal itu disampaikan kuasa hukum RH, Freddy Andreas Caesar dalam sidang pembacaan duplik, Rabu, 10 November 2021.
Diketahui dalam nota pembelaan yang disampaikan sebelumnya, Andreas meminta agar RH diputus bebas kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jember. Sebab, kesaksian saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum dikategorikan sebagai saksi Estimonium De Auditu.
Pledoi yang dibacakan kuasa hukum RH kemudian ditanggapi Jaksa Penuntut Umum. JPU dalam repliknya tetap pada tuntutan awal. RH dituntut delapan tahun penjara karena terbukti secara sah melakukan tindak cabul kepada korban.
JPU secara tidak langsung membenarkan bahwa saksi yang dihadirkan termasuk kategori Testimonium De Auditu. Kendati demikian JPU menyatakan saksi itu diperbolehkan dengan mendasarkan pada dasar putusan Mahkamah Konstitusi No 65/PUU-VIII/2010 yang pada intinya putusan MK itu memperluas definisi saksi dalam KUHAP.
Replik JPU itu kemudian dijawab oleh Andreas selaku kuasa hukum RH. Dalam duplik yang dibacakan di hadapan majelis hakim itu, Andreas tetap pada prinsip awal bahwa testimonium de auditu tidak dapat diterima sebagai alat bukti yang sah berdasarkan Hukum Acara Pidana.
Andreas menilai JPU tidak memahami putusan Mahkamah Konstitusi No 65/PUU-VIII/2010 secara utuh. “Tampaknya JPU tidak memahami secara utuh mengenai materi putusan MK yang sempat viral karna diajukan oleh seorang mantan Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra,” jelas Andreas.
Menurut Andreas putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010 tersebut mengacu pada Undang-Undang No 8 Tahun 1981 pasal 65 tentang hukum acara pidana yang berbunyi “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau ahli guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya”. Tetapi hal tersebut dibatasi dengan adanya definisi saksi yang terdapat pada pasal 1 angka 26 sehingga muncullah putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010 yang memperluas definisi saksi demi melindungi hak-hak tersangka dan atau terdakwa.
Sedangkan dalam kasus RH lanjut Andreas, saksi Testimonium De Auditu merupakan saksi yang memberatkan terdakwa. Padahal sesuai putusan MK itu keterangan saksi yang boleh dikategorikan sebagai saksi Testimonum De Auditu hanyalah untuk keterangan saksi-saksi a de charge (saksi yang meringankan) dalam kepentingan pembelaan terdakwa, bukan malah saksi-saksi a charge alias saksi yang memberatkan. “Jadi sudah sepantasnya majelis hakim menolak keterangan saksi yang dihadirkan jaksa karena masuk dalam kategori saksi Testimonium De Auditu,” pungkas Andreas.