Kuasa Hukum Cium Kejanggalan dari Ajudan Bupati Nganjuk Nonaktif
Bupati Nganjuk nonaktif, Novi Rahman Hidayat menjalani sidang lanjutan sebagai terdakwa kasus jual beli jabatan. Sidang lanjutan kasus jual beli jabatan yang dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo itu, memasuki agenda menghadirkan saksi-saksi, Senin 22 November 2021.
Pengadilan Tipikor Surabaya menggali keterangan dari sembilan saksi meringankan yang dihadirkan oleh kuasa hukum Bupati Nganjuk nonaktif. Sembilan orang saksi itu antara lain Sapta Suryansyah selakui staf Humas dan Protokol Pemkab Nganjuk, Miftachul Nasiqin selaku Koordinator Rumah Tangga Pribadi Bupati.
Lalu Dyah Widyawat selaku aspri istri bupati, Ayu Herlina teman saksi istri bupati, Insan Nirmolo kasir dari corp bisnis SPBU keluarga Novi, Yudi Santoso mandor di salah satu perusahaan keluarga Novi.
Selain itu, ada Agung Efendi selaku Lurah Kauman yang juga mantan ajudan Novi, Basuki Rahmat selaku Ketua Unit Usaha Bumdes Lunto Makmur dan Broto Sudarmono selaku anggota Bumdes. Selain 9 saksi, kuasa hukum Bupati Novi juga menghadirkan dua orang ahli, yakni Ahli Hukum Administrasi Negara dari Unair, Imannuel dan Ahli Hukum Pidana dari Ubhara, Solahudin.
Dalam sidang kali ini, sejumlah saksi justru mengungkap perilaku ajudan bupati, M Izza Muhtadin yang dianggap tidak wajar dan diduga mencatut nama bupati.
Salah satu saksi yakni Sapta Suryansyah mengaku, dirinya mengenal Izza ketika ia sudah menjabat sebagai ajudan bupati. Sebelum bekerja di Pemkab Nganjuk, dirinya merupakan seorang fotografer pribadi Novi.
Ia menyebut, Izza masuk sebagai staf di Pemkab Nganjuk awalnya ia tidak begitu mengenal Izza. Hingga saat ia aktif menjadi ajudan, dirinya dan Izza aktif berkomunikasi. Ia lalu menjelaskan, jika dirinya pernah mendapati Izza berperilaku tidak wajar sebagai ajudan bupati.
Perilaku yang dimaksud adalah, dirinya pernah mendapati Izza menyimpan uang dalam jumlah banyak di dalam mobilnya. Uang yang dilihatnya dalam bentuk lembaran seratus ribuan itu, tersimpan dalam sebuah amplop besar berwarna cokelat.
“Apakah Anda bertanya saat itu, itu uang apa,” ujar salah satu kuasa hukum Novi, Tis’at.
“Iya, katanya untuk beli mobil. Uangnya saya lihat sekilas dalam bentuk seratus ribuan. Amplopnya tebal sekali. Cuma saya tidak tahu persis berapa jumlahnya,” jawabnya.
Tidak hanya itu, sebagai ajudan baru, perkembangan ekonomi Izza cukup meningkat drastis. Mulai dari rencana membeli mobil baru, memiliki motor baru, hingga memiliki pacar baru.
Sementara itu, saksi Sunarto, tukang bersih-bersih di rumah bupati menjelaskan, dirinya kerap diberi uang oleh sang Izza dengan embel-embel uang rokok. Tidak tanggung-tanggung, selama mengenal Izza, ia kerap diberi uang seratus ribuan. Ia mengingat, dirinya diberi uang sebanyak 11 kali selama bertemu dengan Izza.
“Uangnya banyak. Di dompetnya itu kalau pas mengeluarkan uang, terlihat uangnya banyak, ratusan ribu,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat, Ade Dharma Maryanto mengatakan, dirinya sengaja ‘mengejar’ keterangan saksi yang menggambarkan perilaku tidak wajar Izza Muhtadin. Bukan tanpa alasan, sebab pihaknya mengindikasikan adanya penyalahgunaan nama Bupati Novi untuk kepentingan pribadi.
“Terkait kasus ini, berdasarkan apa yang kami jalani selama persidangan, ada dugaan kami si Izza ini yang mencatut nama bupati untuk kepentingan pribadinya. Makanya, kami juga tanyakan pada ahli tadi, terkait dengan nilai pembuktian seorang saksi. Apakah keterangan satu orang saksi itu mempunyai nilai sebagai mana saksi sebagai alat bukti dalam pasal 184 (KUHAP), katanya tidak bisa. Harus didukung dengan alat buktinya lainnya. Yang harus dibuktikan itu kan apakah ada hubungan antara Izza dengan klien kami,” tegasnya.
Menurut Ade Dharma Maryanto, kenapa pihaknya menonjolkan soal itu karena pihaknya menduga, apa yang disampaikan oleh para saksi semakin menegaskan bahwa gaya hidup ajudan Izza itu menjadi motivasinya untuk mencatut nama Bupati Novi.
Advertisement