Kronologi Keributan Sidang Vonis Pembunuhan Siswi SMP Mojokerto
Sidang pembacaan vonis kasus pembunuhan AE 15 tahun siswi SMPN 1 Kemlagi, Mojokerto ricuh. Keluarga korban tak terima terdakwa AA 15 tahun hanya divonis 7 tahun 4 bulan hukuman penjara. Bahkan, ibu korban menangis histeris di ruang sidang.
Kericuhan terjadi setelah majelis membacakan vonis yang digelar di Ruang Sidang Anak Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Jumat, 14 Juli 2023. Selain hukuman 7 tahun dan 4 bulan penjara AA juga dijatuhi hukuman pelatihan kerja selama 3 bulan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kelas II-A Blitar.
Vonis kasus pembunuhan ini dibacakan hakim tunggal Made Cintia Buana. Dalam putusannya, Made menyatakan AA melanggar pasal 80 ayat (3) junto pasal 76C UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
"Menjatuhkan pidana kepada anak dengan pidana penjara selama 7 tahun dan 4 bulan, serta pidana pelatihan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKS) Blitar selama 3 bulan. Pidana pelatihan kerja tersebut dilaksanakan pada siang hari dalam waktu 1 jam dalam satu hari dan dalam waktu yang tidak mengganggu jam belajar anak," kata Made saat membacakan putusan.
Pasca hakim tunggal Made Cintia Buana mengetok palu penanda sidang ditutup, keluarga dan massa pendukung korban langsung mengamuk. Mereka memprotes hakim lantaran hukuman yang dijatuhkan dinilai tidak adil.
Mereka berteriak agar majelis hakim mengubah putusan tersebut. Keributan pecah di ruang sidang ramah anak usai hakim membacakan vonis. Orang tua, keluarga dan tetangga korban masuk ke ruang sidang untuk memprotes putusan Made. Ibu Korban, yang sejak awal di ruang sidang, langsung menangis histeris.
"Seumpomo anakmu dewe dipateni diperkosa yok opo? Tolong renungno, dibayar piro (Semisal anak anda sendiri yang dibunuh dan diperkosa bagaimana? Tolong renungkan, dibayar berapa)," teriak dengan lantang salah seorang keluarga korban sembari menunjuk hakim.
Tak puas dengan protesnya, pria paruh baya itu naik ke kursi di ruang sidang ramah anak. Bahkan ia berdiri di atas meja persidangan dan menggebrak-gebrak dengan menggunakan kaki. "Aku ga mudun nek ga dijelasno (Saya tidak akan turun selama tidak diberi penjelasan)," ujar pria paruh baya itu.
Ayah korban, AU 35 tahun juga angkat bicara dengan nada tinggi. Ia melampiaskan kekecewaannya atas vonis Hakim Made. Sejumlah polisi dan petugas keamanan PN Mojokerto membuat barikade agar massa yang emosi tidak menyerang hakim. Sedangkan Made nampak tenang meski terus dicerca oleh keluarga korban.
Di sisi lain, sang ibunda mendiang AE tampak menangis histeris sembari memeluk foto putri pertamanya itu.
Tak cukup dengan protes, keluarga korban juga mengintimidasi hakim. Hakim diancam akan dikeroyok jika keluar dari ruang sidang. Ketika Hakim Made keluar melalui jendela di sisi kiri ruangan, keluarga korban langsung mengejarnya. Sehingga ia terpaksa kembali masuk ke ruang sidang ramah anak.
Sementara itu, juru Bicara PN Mojokerto, Fransiskus Wilfirdus Mamo yang menemui pihak keluarga menyampaikan, jika keluarga korban dapat mengajukan banding atas putusan tersebut. Upaya hukum itu dapat diwakili oleh jaksa penuntut umum. Akan tetapi, penjelasan Fransiskus tak digubris massa.
"Terkait vonis ini masih ada upaya hukum banding. Jadi, nanti melalui jaksa korban bisa melakukan upaya hukum banding," jelas Fransiskus.
Ketegangan itu pun baru mereda setelah Kapolres Kota Mojokerto AKBP Wiwit Adisatria tiba dan masuk ke ruang sidang. Wiwit langsung memegang kendali dan meminta massa kecuali ayah korban keluar dari ruang sidang. Wiwit mengancam akan menangkap seluruh pihak yang membuat keributan. "Siapa yang bikin keributan, saya yang tangkap. Keluar yang tidak berkepentingan keluar," ujar Wiwit dengan lantang.
Usai menerima penjelasan dari pihak PN maupun jaksa JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto, AU, Ayah korban pun hanya bisa pasrah. Ia dan puluhan masa yang datang akhirnya meninggalkan PN Mojokerto sekira pukul 11.00 WIB.
“Selama proses persidangan kami tidak ada yang mendampingi. Kami ini orang bodoh, kalau hukumannya seperti ini lebih baik tidak ada hukum,” seloroh Ayah AE, AU saat di lokasi.
AU menegaskan tidak bisa menerima putusan menjelis hakim terhadap pembunuh anaknya. Namun, ia tidak bisa berbuat lebih karena aturan undang-undang mengatur khusus pelaku anak. “Untuk menempuh upaya banding nanti dipikirkan, bagaimana tadi sudah dinyatakan (putusan) seperti itu,” katanya.
Advertisement