Kritik Komisioner KPAI Lewat Surat Terbuka ke Mendikbud
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti melayangkan surat terbuka kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, pada Sabtu 1 Agustus 2020.
Dalam surat itu, Retno Listyarti mengkritik tajam sejumlah kebijakan Nadiem Makarim di dunia pendidikan Tanah Air. "Mas Menteri, tujuan saya menulis surat ini adalah untuk menyampaikan beberapa kritik saya,” tulisnya dalam surat terbuka.
“Kritikan ini atas konsep berpikir anda sebagai menteri yang mengurusi urusan pendidikan di negeri yang berpenduduk 269,60 juta jiwa dan luas wilayah yang mencapai 1.905 juta kilometer persegi," sambung dia.
Retno memberikan kritikan kepada Nadiem melalui tiga pertanyaan dan catatan dalam surat tersebut. Kritikan pertama, ia mempertanyakan sikap Nadiem yang menyatakan bahwa sekolah negeri diperuntukkan bagi siswa miskin.
Secara tegas, Retno tidak menyetujui pernyataan Nadiem dan mengkritik sang menteri yang dinilai tidak memahami konstitusi. Apalagi, dalam pasal 31 UUD 1945 menyatakan jika setiap warga negara berhak dapat pendidikan dasar yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk membiayainya.
Selain itu, aturan ini juga menyatakan sudah menjadi kewajiban negara dalam pembiayaan dan pemenuhan hak atas pendidikan di Indonesia. “Bunyi pasal 31 tersebut secara terang benderang menyatakan bahwa hak atas pendidikan untuk semua warga negara, bukan khusus warga negara miskin atau kaya,” kata Retno.
Kritikan kedua, Retno mempertanyakan alasan Nadiem menurunkan jalur zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020 dari 80 persen menjadi 50 persen. Dalam hal ini, Nadiem sempat menyinggung kebijakan PPDB sistem zonasi dengan pernyataannya tentang sekolah negeri lebih tepat untuk anak-anak dari keluarga ekonomi rendah atau anak miskin.
Padahal, dasar kebijakan PPDB sistem zonasi adalah mencegah pendidikan menjadi pasar bebas sehingga negara harus hadir. Oleh sebab itu, seluruh anak baik kaya maupun miskin, pintar maupun tidak, berkebutuhan khusus atau tidak berhak belajar di sekolah negeri, asalkan rumahnya secara jarak dekat dengan sekolah yang dituju.
Kritikan ketiga, Retno tentang persoalan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan selama pandemi virus corona (Covid-19). Selama PJJ banyak ditemui permasalahan di lapangan.
"Padahal, jutaan anak Indonesia saat ini terkurung di rumah, dan para orangtua cemas terhadap efek jangka panjang pada anak-anak akibat terisolasi di rumah,” kritik Retno.
“Anak-anak kehilangan hak bermain, kesempatan bersosialisasi dan terlalu lama beristirahat dari kegiatan akademik dan ekstrakurikuler di sekolah," imbuhnya.