Kritik Imam Ibnu Athiyah pada Imam at-Thabari atas Pendapat Mujassimah
Imam at-Thabari adalah seorang ensiklopedis yang suka menukil berbagai macam pendapat orang terdahulu. Metode beliau dalam Tafsirnya yang berjudul "Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ay al-Qur'an" (Kumpulan Keterangan Tentang Pemaknaan Ayat-ayat al-Qur'an) adalah menukil berbagai pendapat yang ada, dan tidak harus yang sahih.
Sesuai judulnya, target beliau adalah mengumpulkan berbagai pendapat. Sayangnya metode ini kadang tidak dibarengi dengan komentar apa pun sehingga pembaca yang tidak ahli akan menyangka bahwa perbedaan pendapat tersebut sama-sama bisa diterima.
Riwayat yang sahih dan tidak sahih tentang suatu peristiwa juga seringkali disebutkan apa adanya dan tidak selalu disertai komentar sehingga pembaca yang tidak ahli bisa-bisa memilih yang tidak sahih.
Salah satu kasus yang terkenal dalam khazanah kitab tafsir tentang hal ini adalah kasus penukilan aneka makna kata "al-Aliyy" (Maha Tinggi).
Dua Makna
Dalam hal ini Imam Thabari menukil dua makna, yaitu:
Pertama: Ketinggian kedudukan Allah yang tidak dapat disaingi siapa pun.
فَقَالَ بَعْضُهُمْ: يَعْنِي بِذَلِكَ: وَهُوَ الْعَلِيُّ عَنِ النَّظِيرِ وَالْأَشْبَاهِ، وَأَنْكَرُوا أَنْ يَكُونَ مَعْنَى ذَلِكَ: وَهُوَ الْعَلِيُّ الْمَكَانِ
"Sebagian ulama memaknainya; Dia Maha Tinggi dari keberadaan saingan dan sepadan. mereka mengingkari pemaknaannya sebagai ketinggian tempat". (Tafsir at-Thabari, IV, 544)
Kedua: Ketinggian tempat/lokasi Allah yang jauh di atas tempat manusia
وَقَالَ آخَرُونَ: مَعْنَى ذَلِكَ: وَهُوَ الْعَلِيُّ عَلَى خَلْقِهِ بِارْتِفَاعِ مَكَانِهِ عَنْ أَمَاكِنِ خَلْقِهِ؛ لِأَنَّهُ تَعَالَى ذِكْرُهُ فَوْقَ جَمِيعِ خَلْقِهِ وَخَلْقُهُ دُونَهُ، كَمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ أَنَّهُ عَلَى الْعَرْشِ، فَهُوَ عَالٍ بِذَلِكَ عَلَيْهِمْ
"Dan yang lain berkata: Makna dari ayat tersebut adalah bahwa Allah Maha Tinggi di atas makhluk-Nya dengan ketinggian tempat-Nya dari tempat-tempat makhluk-Nya, karena Dia berada di atas seluruh makhluk-Nya, sedangkan makhluk-Nya berada di bawah-Nya, sebagaimana Dia telah menyifati diri-Nya bahwa Dia di atas 'Arsy, maka dengan itu Dia Maha Tinggi di atas mereka." (Tafsir at-Thabari, IV, 544)
Qadhi Ibnu Athiyah dalam tafsirnya langsung merespons metode penukilan at-Thabari tersebut dengan berkata:
والْعَلِيُّ: يراد به علو القدر والمنزلة لا علو المكان، لأن الله منزه عن التحيز، وحكى الطبري عن قوم أنهم قالوا: هو العلي عن خلقه بارتفاع مكانه عن أماكن خلقه. قال القاضي أبو محمد عبد الحق ﵁: وهذا قول جهلة مجسمين، وكان الوجه أن لا يحكى
"Dan "Al-‘Aliyy" yang dimaksud adalah ketinggian derajat dan kedudukan, bukan ketinggian tempat, karena Allah Mahasuci dari menempati suatu arah atau ruang. Ath-Thabari meriwayatkan dari suatu kaum bahwa mereka berkata: “Allah Maha Tinggi atas makhluk-Nya dengan ketinggian tempat-Nya dari tempat-tempat makhluk-Nya.”
Qadhi Abu Muhammad Abdu al-Haqq (Ibnu Athiyah) berkata: “Ini adalah pendapat orang-orang bodoh dari kalangan mujassimah, dan seharusnya pendapat ini tidak perlu diriwayatkan.” (Tafsir Ibnu Athiyah, I, 342)
Kritik Ibnu Athiyah yang menyayangkan mengapa at-Thabari mengutip pendapat para mujassim tersebut juga dikutip dalam kitab-kitab tafsir setelahnya, semisal:
Al-Qurtubi, Syamsuddin (671 H), Tafsir al-Qurtubi = Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an
Abu Hayyan al-Andalusi (745 H), Al-Bahr al-Muhit fi al-Tafsir Asy-Syaukani (1250 H), Fath al-Qadir Shiddiq Hasan Khan (1307 H), Fath al-Bayan fi Maqasid al-Qur'an.
Memang kadang bersifat objektif dengan cara menyajikan data apa adanya kadang bermasalah. Bagaimana pun, seorang penulis punya tanggung jawab moral untuk memfilter mana pendapat yang layak diketahui pembaca dan mana yang tidak.
Kasus Imam at-Thabari ini masih lebih mending daripada kasus yang menimpa Imam ar-Razi dimana beliau memakai metode yang sama menceritakan mazhab para pemuja bintang lalu dihimpun dalam sebuah buku khusus yang akhirnya menyebabkan beliau dituduh sebagai salah satu musyrik pemuja bintang juga oleh sebagian kalangan yang tidak memahami manhaj ilmiah beliau.
Akan tetapi, kitab di atas memang bukan untuk dibaca awam tapi tampak seperti ensiklopedia berbagai pendapat yang seharusnya dioleh lagi oleh segmen pembaca yang ahli.
Semoga bermanfaat.
(Abdul Wahab Ahmad, Dosen Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq, Jember)
Advertisement