Kritik Balik ICW, KPK Sebut Data yang Dipaparkan Keliru
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespon balik kritik yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait buruknya kinerja tiga aparat peegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Tiga aparat penegak hukum yang disebut ICW itu, KPK, Polri dan Kejaksaan Agung.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, apa yang disampaikan ICW itu bagian dari kritik dan masukan. ”Tapi kami mempercayai datanya juga keliru. Terminologi kasus dan perkara pun sudah berbeda dengan KPK,” ujarnya dikutip detik.com, Senin 21 November 2022.
Atas kritik itu, KPK justru mempertanyakan data yang disampaikan ICW atas kinerja KPK. ”Mestinya ICW lebih dahulu mengkonfirmasi data terkait kinerja KPK akan disampaikan kepada publik,” imbuh Ali Fikri.
Ali Fikri kemudian mengambil beberapa contoh penanganan kasus bulan Oktober lalu dimana dalam penilaian KPK ada penyelidikan 104. Kemudian penyidikan 111, runtutannya 101 dan inkrach ada 121. Sedangkan eksekusi 88, tersangka 111 orang berikut yang sudah ditahan dan diumumkan. Juga asset recovernya Rp400,28 miliar dan akan bertambah sampai Desember. “ICW harus menyampaikan data yang valid kepada publik,” imbuhnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan ada 612 pihak ditetapkan sebagai tersangka dari total 252 kasus yang ditangani tiga penegak hukum pada semester 1. ICW mencatat negara telah merugi Rp33,6 triliun karena ulah ratusan orang tersebut.
"Potensi suapnya Rp149 M, potensi pungutan liarnya Rp8,8 miliar, dan potensi pencucian uangnya Rp931 miliar," ujar peneliti ICW Diky Anandya dalam telekonferensi pada Minggu 20 November 2022.
Tiga penegak hukum, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Polri. Untuk kinerja tiga penegak hukum itu, ICW telah memberikan rapor merah untuk penanganan kasus korupsi di Indonesia dalam semester satu pada 2022. KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri mendapat nilai E.
"Target sebanyak 1.387 kasus korupsi pada semester I tahun 2022 yang terpantau, keseluruhan aparat penegak hukum (APH) hanya mampu merealisasikan 252 kasus atau sekitar 18 persen," kata Diky Anandya.
Menurut Diky, Kejaksaan Agung dinilai menjadi penegak hukum paling bekerja keras tahun ini. Kasus dugaan korupsi dalam pemberian izin ekspor CPO menjadi salah satu faktor yang membuat Kejaksaan Agung menjadi lebih unggul.
Contohnya, lanjut Diky, seperti kasus ekspor CPO terkait dengan minyak goreng dengan potensi kerugian negara Rp18 triliun. Kemudian kasus Pengadaan Bombardier dan ATR PT Garuda Indonesia yang merugikan negara Rp8,8 triliun. Selanjutnya kasus ekspor yang melibatkan lembaga ekspor Indonesia yang menelan kerugian negara Rp2,6 triliun. “Kejaksaan cukup kerja keras di banding penegak hukum lainnya," katanya.