Krisis Perbankan AS Makin Parah, Wall Street Dibuka Mencemaskan
Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street dibuka berbalik arah ke zona merah pada perdagangan Jumat (24 Maret 2023). Hal itu disebabkan anjloknya saham Deutsche Bank yang menimbulkan kekhawatiran investor tentang sektor perbankan sekali lagi.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dibuka melemah 0,51% ke posisi 31.942,16, S&P 500 terkoreksi 0,44% ke 3.931,2, dan Nasdaq Composite terpangkas 0,3% menjadi 11.752,3.
Saham Deutsche Bank di bursa AS terpantau anjlok hingga 8%, setelah credit default swap (CDS) pemberi pinjaman Jerman melonjak, namun tidak ada alasan jelas selain itu.
Langkah tersebut tampaknya menimbulkan kekhawatiran sekali lagi atas kesehatan industri perbankan Eropa. Awal bulan ini, regulator Swiss memaksa UBS untuk saingannya yakni Credit Suisse.
Setelah adanya kabar tersebut, saham-saham perbankan di AS kembali memburuk dan membebani Wall Street. Saham Bank of America (BoA), Citigroup, JPMorgan Chase, dan Wells Fargo ambles lebih dari 1%.
Pengelolaa Buruk
“Masalah Silicon Valley Bank membawa lebih banyak perhatian pada bank global,” kata Larry McDonald, pendiri Bear Traps Report, mengatakan di “Squawk Box” CNBC.
“Jadi, bank seperti Credit Suisse dan Deutsche Bank yang telah dikelola dengan sangat buruk selama beberapa dekade terakhir dan kita berbicara tentang manajemen yang sangat buruk serta keputusan yang mengerikan, tiba-tiba, investor di seluruh dunia fokus pada hal itu,” tambah Larry.
Padahal sebelumnya, Presiden bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB), Christine Lagarde, mengatakan bahwa bank-bank di Uni Eropa masih cukup tangguh dengan posisi modal dan likuiditas yang kuat. Lagarde pun juga mengatakan bahwa ECB dapat menyediakan likuiditas jika diperlukan.
Wall Street pada pekan ini cenderung volatil karena psikologis pelaku pasar seakan tengah diuji dari krisis perbankan global.
Sebelumnya pada Kamis lalu, Wall Street sempat rebound berkat saham teknologi yang juga bangkit karena firasat pasar bahwa kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan segera berakhir. Namun, nyatanya, The Fed melanjutkan kenaikan suku bunga pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Sebelumnya, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 4,75-5,0%. Meski tetap menaikkan suku bunga, tetapi kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar, berdasarkan alat CME FedWatch.
Namun, kenaikan suku bunga The Fed ini terjadi di tengah krisis perbankan AS yang mengguncang dunia. Keputusan The Fed tersebut menegaskan jika inflasi tetap menjadi pertimbangan utama The Fed.
Dilanda Inflasi
Inflasi AS sebenarnya sudah melandai ke 6% (year-on-year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari 2023. Namun, masih jauh di atas target The Fed di kisaran 2%.
Chairman The Fed, Jerome Powell mengatakan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mempertimbangkan untuk menahan kenaikan suku bunga karena adanya krisis perbankan.
Namun, rapat tetap memutuskan kenaikan karena inflasi masih kencang dan pasar tenaga kerja masih panas.
Dalam sepekan terakhir, AS tengah diguncang krisis yang menimpa tiga bank mereka. Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank.
Dengan adanya krisis perbankan yang melanda Negeri Paman Sam pekan lalu, maka pelaku pasar berharap bahwa sikap The Fed dapat makin melunak di pertemuan berikutnya.
Di lain sisi, pada Kamis kemarin, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan bahwa regulator siap untuk mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan untuk menstabilkan bank-bank di AS.
Komentar ini menjadi yang terbaru di antara regulator yang mencoba meningkatkan kepercayaan pada sistem perbankan AS setelah krisis SVB, Signature Bank, Silvergate Bank, dan First Republic Bank.
Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali melandai, menandakan bahwa pasar kembali khawatir dan cenderung memburu aset safe haven tersebut.
Yield Treasury tenor 10 tahun turun hampir 10 basis poin (bp) menjadi 3,313%. Sedangkan yield Treasury tenor 2 tahun turun 17 bp menjadi 3,635%.
Advertisement