Krisis Kebijaksanaan, di Tengah Gemuruh Pesan Agama yang Agitatif
Sejumlah negara berpenduduk Muslim terbesar, dinyatakan besar pula praktik rasuah alias korupsi. Tak hanya Indonesia, juga di sejumlah negara lain, seperti negeri jiran Malaysia, dan negara berpenduduk Islam terbesar lainnya.
Ini tentu saja menimbulkan kegelisahan bagi kalangan ilmuwan, cendekiwan, ulama dan tokoh Islam.
KH Husein Muhammad, termasuk di antaranya, yang merasa prihatin atas kondisi umat Islam akhir-akhir ini. Berikut catatan kegelisahan seorang ulama pesantren, yang dikenal sebagai sahabat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini:
Krisis Bijakbestari
"Orang saleh tidak memerlukan aturan hukum untuk memberitahukan apa yang harus dilakukan. Sedang orang yang tak saleh akan selalu menemukan alasan/cara untuk berkelit dari aturan hukum". Demikian kata Plato, sang filosof Yunani.
Aku baru saja membaca tulisan Denny JA, bertajuk "Agama Akhlak di abad 21". Aku terperangah dan gundah gulana.
Katanya, mengutip laporan WHO, sebuah organisasi kesehatan dunia, tahun 2018, bahwa setiap 40 detik, satu orang di satu pelosok dunia mati bunuh diri. Dalam setahun, sekitar 800 ribu individu memilih mati bunuh diri". Ini sungguh menggetarkan.
Dan, katanya lagi, Indonesia, sebuah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menjadi negara yang dianggap tingkat korupsinya buruk dalam peringkat dunia".
Betapa menyedihkan. Mendengar info ini seorang teman mengatakan : Aktivitas ritual keagamaan yang gemuruh di mana-mana, fasilitas pendidikan yang penuh dan ceramah agama yang agitatif, kadang lucu-lucu, rupanya tak mampu membendung hasrat-hasrat duniawi rendah dan merusak itu ya?.
Aku mengangguk saja dan mengatakan : Ini adalah krisis eksistensial akut, parah dan masif.
Mengapa dan harus bagaimana?.
Aku bilang : "Dunia hari ini tengah sepi kehadiran para ulama sejati dan para bijakbestari yang hidupnya diabdikan sepenuhnya untuk manusia dan bekerja bagi kebahagiaan mereka tanpa berharap apa-apa. Mereka selalu hadir membawa lilin guna menerangi pikiran dan hati umat manusia".
Lalu aku mengutip lagi kata-kata maulana Rumi :
هذا العالم غارق في الآلام والمآسي من رأسه إلى قدميه، وﻻ أمل له في الشفاء إﻻ بيد الحب.
"Dunia tenggelam dalam lara dan penuh luka dari ubun-ubun hingga telapak kaki. Tak ada harapan untuk sembuh kecuali dengan sentuhan tangan Cinta". (Maulana Rumi).
Alegori Goa Platon
Tadi malam sebelum Tarawih di hadapan sekitar 500 jamaah dan mahasiswa laki-laki dan perempuan masjid Mardhiyah, UGM, Yogyakarta, aku menyampaikan :
Abu Bakar al Razi, seorang filsuf, ilmuwan dan dokter yang legendaris menyampaikan pandangan yang menarik tentang hidup. Katanya :
وأن الأمر الا فضل الذى له خلقنا وإليه أجرى بنا ليس هى إصابة اللذات الجسدية بل اقتناء العلم واستعمال العدل اللذين بهما يكون خلاصنا عن عالمنا هذا إلى العالم الذى لا موت فيه ولا ألم
وأن الطبيعة والهوى يدعواننا إلى إيثار اللذة الحاضرة وأما العقل فكثيرا ما يدعونا إلى ترك اللذات الحاضرة (السيرة الفلسفية)
"Tujuan tertinggi untuk apa kita diciptakan dan ke mana kita diarahkan, bukanlah memeroleh kegembiraan hasrat-hasrat fisik, tapi pencapaian ilmu pengetahuan dan mempraktikkan keadilan. Dua tugas ini adalah satu-satunya cara kita melepaskan diri dari realitas dunia hari ini, menuju dunia yang di dalamnya tidak ada lagi kematian atau penderitaan.
Tabiat/watak manusia dan hasrat diri mendorong kita untuk memburu kenikmatan kini dan di sini. Sedang akal budi lebih sering ingin melepaskan kenikmatan sekarang untuk kenikmatan abadi yang akan ". (Abu Bakar al Razi, biografi filsafat).
Ia seperti menyampaikan penjelasan atas ayat suci Al Quran yang menyatakan :
الر كتاب انزلناه اليك لتخرج الناس من الظلمات الی النور.
"Kitab ini Aku turunkan kepadamu (Muhammad saw), agar kamu mengeluarkan/membebaskan manusia dari situasi dunia gelap, menuju situasi dunia bercahaya". (Q.s. Ibrahim, 1).
Makna "al-Zhulumat" (dunia gelap) adalah dunia yang diliputi kebodohan yang berpotensi mengantarkan pada "al-Zhulm" (kezaliman). Dan makna "al-Nur" (dunia bercahaya) adalah dunia yang diliputi oleh ilmu pengetahuan yang akan mengantarkan kepada keadilan".
Ayat ini mengingatkan kisah Alegori Goa nya Platon. (06.04.23/HM)