Krisis BBM di Inggris, Harga Rp 28 Ribu/Liter
Pemerintah Inggris mengerahkan tentara untuk mengatasi krisis BBM yang terjadi, akibat tidak adanya pengemudi truk tanki untuk memasok ke SPBU di seluruh negeri. Militer Inggris telah disiagakan untuk mengirimkan bahan bakar, karena pembelian panik yang terjadi di mamsyarakat. Akibat langkanya BBM di seluruh SPBU, harga BBM jadi naik ke level tertinggi sejak delapan tahun.
Pemerintah Inggris menyatakan hari Selasa pagi, pengemudi tanker militer siap dikerahkan jika diperlukan.
“Sementara industri bahan bakar mengharapkan permintaan akan kembali ke tingkat normal dalam beberapa hari mendatang, kami mengambil langkah pencegahan yang masuk akal ini,” kata Sekretaris Bisnis, Kwasi Kwarteng tanpa menyebutkan berapa banyak pengemudi yang telah disiapkan.
The Petrol Retailers Association (PRA) atau Asosiasi Pengecer Bensin sebelumnya telah memperingatkan bahwa hingga 90 persen SPBU kosong di beberapa wilayah Inggris karena masalah pasokan, yang disebabkan oleh kekurangan pengemudi truk. Pengemudi truk tanki di Inggris kebanyakan adalah tenaga asing. Dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, maka para pekerja dari beberapa negara Eropa harus memiliki visa dan ijin kerja. Karena itulah para pengemudi asing itu terkena aturan ini, sehingga harus keluar dari Inggris.
PRA mewakili pengecer bahan bakar independen, yang mencakup 65 persen dari semua wilayah Inggris.
Para menteri, perusahaan bahan bakar dan pompa bensin mengatakan, ada cukup pasokan bahan bakar tetapi kurangnya pengemudi truk, ditambah terjadinya kepanikan masyarakat untuk membeli BBM, telah merusak sistem distribusi BBM ke seluruh negeri.
Antrean panjang ribuan kendaraan yang ada di banyak stasiun pengisian bahan bakar di seluruh Inggris sejak Jumat, menyebabkan kemacetan lalu lintas di jalan-jalan yang sibuk. Akibatnya banyak terjadi perkelahian antara mereka yang antre berjam-jam untuk mendapatkan BBM.
Sementara itu, harga rata-rata satu liter bensin naik menjadi 1,366 pound/ liter atau sekitar Rp 28 ribu/liter pada hari Minggu, level tertinggi sejak September 2013. Simon Williams, juru bicara RAC yaitu sebuah grup otomotif mengatakan, "Kami juga melihat sejumlah kecil SPBU mengambil keuntungan dari situasi krisis ini dengan menaikkan harga," kata Simon Williams. Ada dua jenis BBM yang dijual di SPBU di seluruh negeri yaitu bensin dan solar.
Pemasok utama, termasuk BP, Shell dan Esso, mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama mereka memperkirakan permintaan akan kembali ke tingkat normal dalam beberapa hari, setelah antrean di SPBU kembali wajar. “Kami akan mendorong orang untuk membeli bahan bakar seperti biasanya,” kata mereka.
Dalam situasi krisis ini, banyak kegiatan yang sangat terganggu termasuk layanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk penanganan pasien Covid-19. Karena itu ada desakan agar pemerintah memprioritaskan petugas kesehatan dan staf layanan darurat.
Kepala Asosiasi Medis Inggris Dr Chaand Nagpaul mengatakan mereka harus diberi akses pertama ke bahan bakar sehingga mereka dapat melanjutkan pekerjaan penting.
“Setiap orang akan memiliki alasan mereka sendiri untuk perlu mengisi, tetapi ketika tangki SPBU mengering, ada risiko nyata bahwa tenaga kesehatan tidak akan dapat melakukan pekerjaan mereka, dan memberikan layanan dan perawatan penting kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya,” kata Chaand Nagpaul seperti dikutip Al Jazeera.
Setelah berminggu-minggu tekanan yang meningkat, para menteri juga mengumumkan rencana untuk mengeluarkan visa sementara bagi 5.000 pengemudi truk asing.
Tapi itu jauh dari jumlah yang dibutuhkan, dan para kritikus mengatakan visa tiga bulan yang diusulkan terlalu pendek untuk menarik pengangkut dari luar negeri. Industri pengangkutan mengatakan Inggris kekurangan hingga 100.000 pengemudi truk karena beberapa faktor, termasuk pandemi virus corona dan eksodus pekerja asing setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa tahun lalu.
Aturan imigrasi pasca-Brexit berarti warga negara Uni Eropa tidak bisa lagi tinggal dan bekerja bebas visa di Inggris, seperti yang bisa mereka lakukan ketika Inggris menjadi anggota Uni Eropa. (*)