KPK vs SN ‘Sang Juara’
Born to be a looser, dilahirkan sebagai pecundang atau yang selalu kalah, adalah ungkapan dalam bahasa Inggris yang sama sekali tidak cocok dilekatkan pada diri seorang Setya Novanto (SN). Untuk dia, yang lebih tepat born to be a winner, dilahirkan untuk menjadi pemenang.
Dari catatan rekam jejak karier politik, ia memulai langkahnya dari bawah. Lewat teman sekolahnya, Hayono Isman, anak pendiri KOSGORO, SN diantar ke dunia elite politik. Berawal di tahun 1999, hanya dalam waktu satu dekade, SN dari yang bukan siapa-siapa, berubah menjadi siapa yang tak kenal dia?! Setapak demi setapak setiap ‘pertempuran’ di medan politik ia menangkan. Dan sekarang SN adalah Yang Terhormat Ketua DPR RI dan Ketua Umum partai Golkar, partai terbesar kedua di Republik ini.
Begitu pun di ranah hukum. Lembaga hukum yang mencoba menjeratnya dengan berbagai kasus pelanggaran hukum, berhasil dipatahkan. Antara lain kasus pengalihan piutang Bank Bali (1999), kasus penyelundupan beras impor dari Vietnam (2003), skandal impor limbah B3 dari Singapore ke Batam (2004), dugaan suap PON Riau (2012), dan kasus Perpanjangan kontrak Freeport yang populer dengan sebutan “Papa minta saham”.
Nah, coba bayangkan, lima kasus besar yang sempat menghebohkan dan menjadi headline di berbagai masmedia nasional ini, seperti menguap ke udara, hilang menyublim begitu saja! Seperti tidak pernah terjadi apa-apa. SN selalu menang! Dan SN pun dikenal sebagai Sang Juara.
Tapi kali ini apes bagi SN. Masih ada satu lagi yang mengganjal Sang Juara, yakni kasus mega korupsi e-KTP. Kasus yang mencuat ke permukaan pada 2013 ini sempat sunyi terbekukan dengan rapi dalam peti es politik selama 3 tahun. Namun sial bagi SN, belakangan, KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahadjo kembali mencairkan kasus ini dan mengangkatnya ke permukaan.
Alhasil, beberapa pejabat negara di lingkungan kerja Kementerian Dalam Negeri ditahan dan dijatuhi hukuman penjara. Beberapa anggota DPR pun terseret dan bahkan ada yang sudah menyandang status tersangka. Istimewanya, salah satunya adalah Sang Juara, Setya Novanto!
Inilah drama akbar di pentas panggung penegakan hukum yang sangat mendebarkan dan menyita perhatian publik. Rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, harap-harap cemas menanti hasil akhir dari drama hukum akbar ini. Namun, tidak sedikit rakyat yang sudah bersikap skeptis dan sinis sambil nyeletuk..,,"yaaah, paling-paling lolos lagi..!”
Suara pesimistis seperti itu sangat bisa dipahami, mengingat catatan akan lima kasus besar yang bisa secara sempurna dipatahkan oleh Sang Juara. Semua ini masih lekat dalam ingatan masyarakat. Apalagi gejala tak sedap sudah mulai terasa.
Hari Senin, 11 September, Setya Novanto dengan alasan sakit, tidak memenuhi panggilan KPK. Padahal Selasa, 12 September, sidang praperadilan digelar. Kekhawatiran pun merebak. Karena sudah ada dua preseden yang menjadi momok di benak publik. Praperadilan yang dimenangkan Hadi Purnomo, mantan Dirjen Pajak, dan Budi Gunawan, perwira tinggi Polri.
Akankah Sang Juara berhasil mengikuti jejak kedua pendahulunya? Atau, Bapak Hakim Yang Mulia masih punya rasa cinta pada negerinya, dan mau mendengar suara hati jutaan rakyat Indonesia.
Di putusan peradilan inilah marwah dan kewibawaan lembaga peradilan di negeri ini dipertaruhkan!
Bila nanti SN ke luar lagi sebagai juara, maka Lembaga Peradilan di negeri ini memang… born to be a looser!
Menyedihkan dan semoga tak terjadi.
Maju terus KPK…!