KPK Tetapkan 4 Anggota DPRD Jatim Tersangka, Begini Modus Kasus Dana Hibah Pemprov
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut melakukan penggeledahan di sejumlah rumah anggota DPRD Jatim, Rabu 10 Juli 2024, hari ini. Empat anggota DPRD Jatim juga disebut jadi tersangka, berkaitan dengan kasus dana hibah Pemprov Jatim 2022.
Geledah Rumah DPRD Jatim
KPK membenarkan jika pihaknya melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi di Jawa Timur, Rabu 10 Juli 2024. Meski tidak merinci lokasi dan rumah anggota DPRD Jatim yang digeledah.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardika. Menurutnya kegiatan penyidikan masih berlangsung sehingga belum bisa memberikan informasi terang.
"Ada kegiatan penyidikan di Surabaya dan sekitarnya. Akan disampaikan pada saat kegiatan sudah selesai," kata Tessa kepada Ngopibareng.id, Rabu 10 Juli 2024.
Kasus Dana Hibah 2022
Terpisah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, menyebut jika penggeledahan dilakukan berkaitan dengan kasus dana hibah Pemprov Jatim tahun 2022. "Ini perkara lama. Pengembangan pokir dana hibah," kata Alex kepada media, Rabu 10 Juli 2024. Ia juga menyebut terdapat sedikitnya empat anggota DPRD Jawa Timur yang ditetapkan sebagai tersangka di kasus yang sama, meski belum merinci identitas mereka.
Kasus yang dimaksud bermula dari operasi tangkap tangan KPK, di akhir tahun 2022. Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak terjaring operasi tangkap tangan KPK, bersama Rusdi staf ahli Sahat, Abdul Hamid Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal Sampang, dan Ilham Wahyudi alias Eeng. KPK juga menyita uang tunai sejumlah Rp1 miliar.
KPK menangkap beberapa pihak di lokasi berbeda. Sahat dan Rusdi ditangkap di DRPD Jawa Timur, sedangkan Abdul Hamid dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng masing-masing diamankan di rumah kediamannya di Kabupaten Sampang.
Terungkap Sahat dan Rusdi menerima uang dari Abdul Hamid serta Ilham Wahyudi. Sahat diduga menerima uang suap sebesar Rp5 miliar dari pengurusan dana hibah APBD DPRD Jawa Timur.
Suap terjadi ketika Sahat yang berposisi sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim menawarkan membantu memuluskan pemberian dana hibah. Penawaran itu kemudian disanggupi oleh Abdul Hamid dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang muka, atau ijon.
Selanjutnya, antara Sahat dan Abdul Hamid juga menyepakati adanya penyunatan dana hibah sebesar 30 persen, dengan pembagian 20 persen untuk Sahat dan 10 persen untuk Hamid.
Besaran dana hibah Pokmas yang difasilitasi Sahat pada tahun 2021 dan 2022 masing-masing sebesar Rp 40 miliar.
Seolah ketagihan korupsi, Hamid kemudian menghubungi Sahat kembali, untuk mengurus alokasi dana hibah tahun 2023-2024 dengan pola serupa. Mereka bersepakat dan melakukan penyerahan uang muka senilai Rp2 miliar, kepada Sahat. Hingga terjadi operasi tangkap tangan pada Desember 2022.
Diketahui terdapat anggaran dana hibah 2020 dan 2021 APBD Jatim, yang terealisasi sebesar Rp7,8 triliun. Seharusnya, dana itu didistribusikan kepada Pokmas sebagai dana proyek infrasruktur hingga ke pedesaan. Menurutnya, besaran dana hibah berasal dari usulan anggota DPRD Jatim.
Divonis Bersalah
Selanjutnya, Pengadilan Negeri Surabaya telah membuktikan jika Sahat Tua Simanjuntak bersalah dalam kasus suap dana hibah Pemprov Jatim. Sahat divonis 9 tahun penjara serta diminta mengembalikan kerugian negara sebesar 39,5 miliar dalam waktu satu bulan. Sahat terancam hukuman penjara 4 tahun bila tidak mengembalikan kerugian negara tersebut.
Pada sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa 23 Mei 2024, Sahat menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan pada warga Jawa Timur.
"Saya ini sudah bersalah. Dan saya meminta maaf pada seluruh masyarakat Jawa Timur dan pada keluarga. Saya meminta doa supaya saya tetap sehat dan bisa mengikuti persidangan ini serta bisa mempertanggungjawabkan kesalahan saya,” katanya seperti diberitakan Ngopibareng.id.
Advertisement