KPK Sita Vila Milik Eddy Prabowo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita vila di wilayah Sukabumi, Jawa Barat, yang diduga milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Penyitaan tersebut bagian dari penyidikan kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur yang dilakukan Edhy Prabowo.
"Penyidik hari ini menyita 1 unit villa berikut tanah seluas kurang lebih 2 hektar di desa Cijengkol, kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Villa tersebut milik tersangka EP yang dibeli dengan uang yang terkumpul dari para eksportir yang mendapatkan ijin pengiriman benih lobster di KKP," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis, 18 Februari 2021.
Usai dilakuka penyitaan, tim penyidik kemudian memasang plang penyitaan pada vila tersebut. Sebelumnya, dari hasil pemeriksaan tim penyidik menguak adanya pemberian dari orang lain atau bahkan penggunaan uang suap ekspor benur oleh Edhy Prabowo.
Edhy diduga pernah menerima perhiasan dan barang mewah yang diterima dari staf khusus dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yakni Andreau Pribadi Misanta (APM) yang juga tersangka dalam kasus ini.
Edhy juga menggunakan uang suap itu untuk membeli tanah. Hal itu dikonfirmasi saat tim penyidik usai memeriksa saksi bernama Makmun Saleh.
Tidak hanya itu, uang suap juga digunakan Edhy untuk memodifikasi mobil dan membeli barang mewah seperti parfum dan aset lainnya. Hal itu dikonfirmasi saat tim penyidik memeriksa karyawan swasta bernama Ken Widharyuda Rinaldo dan karyawan swasta Heryanto.
Diketahui KPK telah menetapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.