KPK, Setnov dan Istana (Tulisan ke-1 dari 3 Tulisan)
Untuk kesekian kali, ‘The Untouchable’ Setya Novanto (Setnov), kembali dipanggil KPK. Pemanggilan kali ini juga dihadirkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama: mega korupsi e-KTP. Kontan berbagai reaksi bermunculan di sosial media. Para pendukung setia KPK, menyambut digelarnya kembali proses hukum terhadap Ketua Umum Golkar ini, dengan penuh sukacita. Pasalnya KPK juga pernah men-tersangkakan Setnov karena diduga keras terlibat dalam kasus mega korupsi e-KTP, namun lewat lembaga Prapreradilan, Setnov lolos dan berhasil mempecundangi KPK. Ia pun kembali sehat, berkuasa dan kembali beraktivitas seperti biasa.
Nah, kalau kelak peristiwa praperadilan kembali berulang, siapa yang kali ini akan menang? Trauma bahwa KPK akan kembali tak mampu menjerat Setnov dengan konstruksi delik hukum yang unggul, masih lekat dalam benak publik. Belum lagi dikaitkan dengan sejumlah agenda politik jelang Pilkada 2018 dan Pemilu-Pilpres 2019. Politik kepentingan pasti akan sangat mengemuka.
Tapi harap dicatat, kali ini pertaruhannya sangat besar bagi marwah lembaga peradilan kita. Bila praperadilan kembali digelar dan kembali mengabulkan seluruh gugatan Setnov, sungguh tak terbayangkan betapa rakyat di negeri ini menjadi kehilangan kepercayaan pada seluruh lembaga peradilan yang dimiliki negeri ini. Disamping tentunya memaksa publik kehilangan akal sehatnya. Bayangkan, betapa memusingkan kepala ketika dua lembaga yang sama-sama bertugas menegakkan keadilan bisa saling beda pengetahuan, beda pemahaman, dan beda arah kebijakan. Sungguh kebangetan bila pada taraf subtansi masalah, mereka sudah beda persepsi, beda tafsir dan beda pendapat dan keputusan!
Lalu apakah harus serta merta Setnov dikalahkan? Bukan itu inti masalahnya. Dalam kaitan ini, untuk KPK maju ke depan hingga bila harus kembali berhadapan dengan Setnov dan Hakim di persidangan praperadilan, seluruh bukti dan delik hukum berikut kelengkapan administrasi yang diajukan, harus super perfek dan lengkap. Hakim tunggal, sekali pun anggaplah ada yang ’menodong’nya, menjadi tak berani menghentikan langkah hukum yang dilakukan KPK karena begitu perfek kinerja dan kesiapan KPK menghadapi berbagai serangan (hukum) dari fihak lawan. Baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam lembaga peradilan itu sendiri.
Upaya memperlemah dan membatasi ruang gerak KPK sehubungan dengan adanya upaya menyeret Setnov ke ‘meja hijau’, tindakan nyatanya sudah muncul ke permukaan arena permainan. Apa pun alasannya, melaporkan dua komisioner KPK ke Bareskrim Polri dengan tuduhan yang cukup serius, tidak bisa dipisahkan dari upaya politik lewat jalur hukum yang bertujuan menghambat laju kinerja KPK menuntaskan kasus mega korupsi e-KTP.
Presiden sendiri telah meminta agar Bareskrim Polri tidak melanjutkan pemeriksaan. Wapres Pak Jusuf Kala pun mendukung instruksi Presiden Jokowi, walau masih juga menyisakan ruang tafsir pisau bermata dua. Perhatikan ucapannya..,,Sudahlah Presiden sudah mengatakan untuk dihentikan...kalau tak ada bukti kuat janganlah diteruskan...kecuali punya bukti kuat..!’’ Begitu kira-kira ucapan JK yang menurut saya sangat cerdik dan politis.
Lontaran bahasa politis pisau bermata dua ini, belakangan sering terjadi dalam lingkaran kekuasaan paling tinggi di negeri ini. Walau tentunya masih belum bisa dikatakan sebagai telah terjadi ‘perang dingin’ antara lembaga Presiden dan Wakil Presiden. Karena yang terekam dari luar baru sebatas terjadi hubungan ‘dingin’! Sangat nyata terbaca semasa Pilkada DKI yang lalu digelar.
Maka dalam kaitan kasus Setnov pun, siapa mendukung siapa, hanya bisa dibaca lewat sinyal-sinyal yang terekam di balik sejumlah tirai di Istana negara. Diperlukan kesempatan dan kaca pembesar khusus untuk dapat membacanya!
Maklum, jelang 2019 semua bacaan menjadi tak mudah karena penuh dengan kodifikasi yang mewakili kepentingan politik kelompok maupun pribadi tokoh.
Tapi.., KPK harus bebas dan dibebaskan dari permainan politik di balik tirai istana ini! Maju terus KPK, Insha Allah rakyat dan Tuhan bersamamu!
*Erros Djarot - Dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com