KPK Sebut Upaya Paksa Bupati Kuansing Karena akan Kabur saat OTT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap membuktikan operasi tangkap tangan (OTT) Bupati nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Andi ditangkap karena mencoba kabur.
"KPK menegaskan bahwa penangkapan tersangka AP (Andi Putra) oleh tim KPK sebagai tangkap tangan dan salah satu upaya paksa karena diduga tersangka AP berusaha melarikan diri," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 21 Desember 2021.
Ali mengatakan Andi berupaya kabur dengan cara mengubah pelat nomor kendaraannya. Pelat palsu itu sudah disiapkan olehnya.
"Dengan sengaja mengganti nomor pelat kendaraannya dengan nomor pelat palsu ketika tersangka SDR (General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso) sudah terlebih dulu diamankan oleh tim KPK," ujar Ali.
KPK menangkap Andi agar tidak menghilangkan barang bukti. Andi juga berupaya menonaktifkan ponselnya untuk menghilangkan jejak saat diikuti tim KPK.
"Sengaja menonaktifkan handphone dan untuk berkomunikasi hanya melalui ajudannya serta dugaan adanya pembelian handphone baru berupa iPhone XR 64 untuk menghilangkan jejak," kata Ali.
Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.