KPK Sebut Harun Masiku Terdeteksi di Luar Negeri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan calon anggota legislatif (caleg) dari PDI Perjuangan Harun Masiku berada di luar negeri. Harun Masiku merupakan tersangka dalam perkara dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih tahun 2019-2024 yang sudah berstatus daftar pencarian orang (DPO) sejak Januari 2020.
"Ada di luar negeri. Jadi, kami masih koordinasi dengan beberapa agensi dari luar negeri," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Antara Kamis 5 Januari 2023.
Asep Guntur Rahayu tidak menjelaskan lebih lanjut di negara mana Harun bersembunyi. Namun, ia memastikan yang bersangkutan ada di luar negeri berdasarkan informasi yang diterima. "Informasi yang kami terima begitu," tambahnya.
Sebelumnya, dalam perkara itu, KPK juga telah memroses beberapa pihak. Di antaranya mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, yang telah divonis selama tujuh tahun penjara.
Sementara itu, ada pula kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang divonis empat tahun penjara karena ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun Masiku bersama dengan Wahyu Setiawan. Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp600 juta dari Harun.
Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1, yakni dari Riezky Aprilia menjadi Harun Masiku.
Empat Orang Jadi DPO KPK
Selain Harun Masiku, KPK juga mencatat ada empat tersangka lain masuk daftar pencarian orang (DPO) di beberapa kasus sampai saat ini.
Pertama, Kirana Kotama dalam perkara tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji terkait penunjukan Ashanti Sales Inc. sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) untuk pengadaan Kapal SSV bagi Pemerintah Filipina tahun 2014-2017.
Kedua, Izil Azhar dalam perkara bersama Irwandi Yusuf, selaku Gubernur Provinsi Aceh periode 2007-2012, terkait menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Ketiga adalah Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra dalam perkara dugaan korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el).
Keempat, Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak terkait perkara dugaan korupsi berupa pemberian dan penerimaan suap serta gratifikasi pelaksanaan berbagai proyek di Pemkab Mamberamo Tengah.
Advertisement