KPK Minta Kemenkumham Selidiki Sel Palsu bagi Koruptor
Kabar terpidana Setyo Novanto dan M Nazaruddin yang menempati sel atau kamar palsu di lapas Sukamiskin terus mendapat perhatian. KPK meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk menindaklanjuti kebenaran kabar tersebut.
Kabar sel atau kamar palsu ini didapat setelah KPK melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di Lapas Sukamiskin, Bandung, pada Minggu, 22 Juli 2018 lalu.
KPK melakukan sidak ini terkait kasus suap pemberian fasilitas, perizinan, ataupun pemberian lainnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Sukamiskin Bandung.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2018 mengatakan Kemenkumham melalui pemeriksaan internal bisa menindaklanjuti kebenaran dugaan sel palsu tersebut.
"Jadi benar atau tidak benarnya itu harus diklarifikasi lebih jauh. Apakah sel yang dihuni oleh dua orang tersebut itu benar-benar sel yang memang selama ini dihuni, atau karena ada sidak kemudian dilakukan perubahan yaitu harus didalami lebih lanjut," katanya.
Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa hal itu merupakan ujian keseriusan bagi Kementerian Hukum dan HAM dalam upaya perbaikan kondisi sel atau kamar di Lapas.
"Ini ujian juga bagi keseriusan upaya perbaikan. Jangan sampai ketika di pucuk pimpinan mengatakan akan melakukan upaya perbaikan tetapi masih ada yang main-main di bawah atau melanggar aturan, maka tindakan tegas harus diberikan kalau memang ada pelanggaran," ucap Febri.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018 Wahid Husein (WH), Hendry Saputra (HND) yang merupakan staf Wahid Husein, narapidana kasus korupsi Fahmi Darmawansyah (FD) dan Andri Rahmat (AR) yang merupakan narapidana kasus pidana umum/tahanan pendamping (tamping) dari Fahmi Darmawansyah.
Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus itu, KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu dua unit mobil masing-masing satu unit Mitsubishi Triton Exceed warna hitam dan satu unit Mitsubishi Pajero Sport Dakkar warna hitam.
Diduga sebagai penerima dalam kasus itu, yakni Wahid Husein dan Hendry Saputra. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat.
KPK menduga Wahid Husein menerima pemberian berupa uang dan dua mobil dalam jabatannya sebagai Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018 terkait pemberian fasilitas, izin, luar biasa, dan lainnya yang tidak seharusnya kepada narapidana tertentu.
Pemberian dari Fahmi tersebut terkait fasilitas sel atau kamar yang dinikmati oleh Fahmi dan kemudahan baginya untuk dapat keluar masuk tahanan.
Penerimaan-penerimaan tersebut diduga dibantu dan diperantarai oleh orang dekat keduanya, yakni Hendry Saputra dan Andri Rahmat.
Dalam kegiatan OTT, KPK juga mengamankan uang total Rp279.920.000 dan 1.410 dolar AS, catatan penerimaan uang, dan dokumen terkait pembelian dan pengiriman mobil.
Dalam konferensi pers pengumuman tersangka pada Sabtu (21/7) lalu, KPK juga menampilkan video yang menunjukkan sel atau kamar di Lapas Sukamiskin dari Fahmi.
Dalam kamar Fahmi terlihat berbagai fasilitas laiknya di apartemen seperti pendingin udara (AC), televisi, rak buku, lemari, wastafel, kamar mandi lengkap dengan toilet duduk dan water heater, kulkas, dan spring bed.
Sebelumnya, Fahmi yang merupakan Direktur PT Merial Esa telah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin pada 31 Mei 2017 lalu.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Fahmi divonis dua tahun delapan bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Fahmi terbukti menyuap empat orang pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI senilai 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro, dan Rp120 juta.
Sebagai pihak yang diduga penerima Wahid Husein dan Hendry Saputra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (ant/wit)