KPK : Korupsi Bupati Nganjuk Tergolong Nekat
Jakarta : Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menilai kasus penerimaan suap yang diduga dilakukan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman tergolong "nekat".
"Kami sendiri juga bingung, 'nekat' banget itu Bupati. Masih posisinya selesai praperadilan kemudian baru juga selesai kami serahkan ke Kejaksaan dan posisi di sana juga sedang dilakukan penyelidikan tetapi masih nekat juga, kami juga bingung," kata Basaria di gedung KPK, Jakarta, Kamis 26 Oktober 2017.
KPK telah menetapkan lima orang tersangka terkait kasus tindak pidana korupsi suap penerimaan hadiah atau janji oleh Bupati Nganjuk terkait dengan perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.
Diduga sebagai penerima, yaitu Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar, dan Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi.
Sementara diduga sebagai pemberi, yakni Kepala Bagian Umum RSUD Kabupaten Nganjuk Mokhammad Bisri dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto.
Diduga, pemberian uang kepada Taufiqurrahman melalui beberapa orang kepercayaan Bupati terkait perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.
Total uang yang diamankan sebagau barang bukti senilia Rp298.020.000 yang berasal dari Ibnu Hajar sejumlah Rp149.120.000 dan Suwandi sejumlah Rp148.900.000.
KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Taufiqurrahman pada Rabu (25/10) saat hendak meninggalkan hotel di kawasan Jakarta Pusat.
Diketahui, Bupati Nganjuk juga sempat menghadiri acara "Pengarahan Presiden Republik Indonesia Kepada Para Gubernur, Bupati dan Walikota Seluruh Indonesia" di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10).
Presiden Joko Widodo saat itu meminta agar para kepala tidak perlu takut OTT asal tidak mengambil uang negara.
"Ini pada takut semua OTT takut? Ya jangan 'ngambil' uang, gak perlu takut kalau kita tidak 'ngapa-ngapain', tidak perlu takut," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Selasa (24/10).
"Jadi akan keluar perpres (peraturan presiden) nanti untuk membangun sistem. Kita akan membangun baik "e-planning", "e-budgeting", "e-procurement". Sistem itu akan mengurangi menghilangkan OTT-OTT tadi, kalau sistem ini berjalan tidak ada yang namanya OTT," tambah Presiden.
Terkait hal itu, Basaria menilai perpres yang akan dibuat pada prinsipnya segala usaha harus dilakukan untuk memberantas tindak pidana korupsi, termasuk dalam hal ini Presiden berupaya mengatur agar tidak kembali terulang.
"Bukan hanya OTT saja, pasti peraturan tersebut dibuat secara menyeluruh bagaimana upaya-upaya dan langkah yang harus dilakukan untuk memberantas tindak pidana korupsi," kata Basaria.
Apalagi, kata dia, akhir-akhir ini banyak penangkapan yang dilakukan oleh tim Saber Pungli baik kasus yang besar maupun yang kecil.
"Ada dua kemungkinan apakah tindak pidana korupsi itu meningkat atau tidak. Bisa jadi ada dua kemungkinan bisa benar meningkat pelakunya bisa juga karena semakin aktifnya para penegak hukum yang bekerja menegakkan hukum," ujarnya.
Menurut Basaria, dua sisi tersebut jelas berbeda sehingga sehingga perlu dilakukan penelitian khusus.
"Karena bukan berarti semakin banyak penangkapan, artinya tingkat korupsi semakin tinggi. Itu dua sisi berbeda," ungkap Basaria.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal I Wayan Karya pada pembacaan putusan Senin (6/3) menerima sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Saat itu, Taufiqurrahman terlibat dalam kasus penerimaan gratifikasi dan pengadaan lima proyek pembangunan dan perbaikan jalan di Kabupaten Nganjuk tahun 2009.(wah)