KPK dan Politikus, Kriminalisasi?
oleh: M. Mahfud MD
(Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan)
BILA ada seorang menteri yang ditangkap KPK, atau dijerat karena kasus korupsi oleh lembaga antirasuah itu, tentu itu fakta yang bisa disaksikan publik atau masyarakat secara luas.
Tidak ada kriminalisasi terkait kasus korupsi melibatkan politikus di Indonesia. Selama ini selalu bisa dibuktikan di pengadilan. Ya, bukankah tidak ada yang tidak terbukti di pengadilan. Selalu ada buktinya dan selalu ada barangnya yang disita dan dikembalikan ke negara, berarti bukan kriminalisasi dong.
Munculnya anggapan kriminalisasi itu manakala objek atau subjeknya merupakan orang partai politik. Biasanya, hanya untuk membela diri atau mencari alasan untuk memojokkan pemerintah.
Selalu ada (anggapan) politisi bahwa ada kriminalisasi dan sebagainya, ya itu artinya terkadang kriminal betul.
Politisasi Hukum
Memang, jika yang dimaksud adalah politisasi hukum yang wujudnya pilih-pilih kasus untuk dilakukan penanganan. Itu persoalan moral. Bukankah bisa saja misalnya ketua pengadilan (mengatakan) ini "entar dulu". Untuk bisa "entar dulu" ini naik ke kasus apa tidak, itu bisa saja terjadi korupsi di situ. Itu yang disebut politisasi.
Pemerintah melalui Kejaksaan Agung serta Kepolisian RI telah mengambil sikap untuk menghentikan sementara penanganan kasus-kasus korupsi yang melibatkan politikus sampai selesai masa pemilu.
Sebab, berdasarkan pengalaman di berbagai daerah menjelang Pemilu ada orang yang tidak salah dilaporkan lalu pencalonannya batal.
Yang menyangkut menteri punya politik, calon anggota DPR, DPRD, calon pilkada semuanya kalau terlibat kasus korupsi dihentikan dulu, ditunda dulu, bukan ditutup tapi ditunda sampai selesai pemilu.
Meski demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikukuh untuk tetap melanjutkan penanganan kasus korupsi tanpa terpengaruh masa pemilu. KPK bilang, kami jalan terus, hukum tidak akan berhenti karena ada pemilu.
Terkait prinsip KPK itu, Pemerintah tidak bisa ikut campur karena berpotensi menyalahi hukum acara sehingga hanya bisa memberikan imbauan meski tetap ada koordinasi.
KPK ada di rumpun eksekutif tapi bukan anggota kabinet, seperti KPU, Komnas HAM, LPSK, Bawaslu sehingga kami tidak bisa ikut campur. Nanti salah secara hukum acara kalau kita masuk ke dalam.
*) Sumber:
Ceramah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, D.I Yogyakarta, Jumat 6 Oktober 2023.