KPAI: Pembelajaran Jarak Jauh Jangan Persulit Anak Didik
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diperpanjang pada era new normal. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan Retno Listryarti meminta perpanjangan PJJ ini dievaluasi. Menurutnya, tanpa melakukan perbaikan, PJJ tidak akan efektif dan akan sangat menjenuhkan peserta didik.
Dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Redaksi Ngopibareng.id, Rabu 10 Juni 2020, ada beberapa perbaikan yang harus dilakukan pemerintah sehubungan dengan PJJ.
"Berdasarkan survei PJJ yang dilakukan KPAI pada Maret-April 2020 terungkap bahwa kendala PJJ adalah kuota internet yang tidak mampu dipenuhi orangtua siswa, apalagi para orangtua yang anaknya lebih dari satu," ungkap Retno.
Bagi orangtua yang anaknya lebih dari dua orang dan tidak memiliki WiFi, mereka akan kewalahan memenuhi kuota internet untuk PJJ daring. "Akibatnya mereka memilih membeli makanan daripada ikut PJJ daring," sambung Retno.
Untuk itu, KPAI merekomendasikan untuk menggratiskan internet pada saat jam PJJ selama 6 bulan. Tujuannya agar semua anak terlayani PJJ, terutama dengan sistem daring.
"Sedangkan untuk pemerintah daerah, agar ada dorongan WiFi di berbagai sekolah negeri dan swasta untuk di buka password-nya sehingga anak-anak sekitar sekolah (meskipun tidak sekolah di sekolah tersebut) dapat menggunakannya saat PJJ daring," terang Retno.
Poin kedua, lanjut Retno, PJJ bukan memindahkan sekolah ke rumah. Jadi sebaiknya, sekolah menyusun jam pembelajaran agar efektif dan efesien. "Misalnya, PJJ tidak harus memindahkan jam belajar di sekolah 10 jam, lalu anak di rumah juga menjalani 10 jam dengan 5 guru secara bergantian dan bahkan memakai seragam sekolah selama proses PJJ," tutur dia.
Poin ketiga, guru harus fleksibel dalam proses PJJ termasuk waktu mengumpulkan tugas dan waktu mengerjakan ulangan atau ujian.
"Sebaiknya jam sekolah dan jam ujian atau ulangan juga fleksibel. Apalagi kalau ujian semester waktunya bersamaan dan hanya 2 jam tanpa perpanjangan waktu, untuk orangtua yang anaknya tiga dan peralatan tes daring terbatas akan terlanggar haknya karena dia harus bergantian dengan saudaranya, semestara sekolah kaku menerapkan jam," kata Retno.
Selama ujian daring, lanjut Retno, seharusnya waktu murid mengerjakan bisa fleksibel. Keleluasaan waktu misalnya 24 jam sejak soal diaktifkan. "Ujian dan belajar juga seharusnya tidak perlu banyak-banyak dalam sehari, kalau SD cukup 1 mata pelajaran (MP), SMP 2 MP dan SMA/SMK bisa 3 MP," terang dia.
Poin keempat ialah praktik langsung ke sekolah saat belajar dari rumah. Untuk pendidikan vokasi yang membutuhkan praktik di bengkel dan SMA jurusan IPA yang butuh praktik laboratorium dengan peralatan dan bahan yang hanya ada di bengkel dan laboratorium sekolah.
Sebaiknya di masa new normal dapat dilaksanakan dengan cara datang ke sekolah secara bergantian, menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Misalnya hanya maksimal 2 jam pelaksanaan praktik pembelajaran dimana sehari hanya ada jadwal dua kali praktik, misalnya jam 8-10 dan jam 13-15. Selain itu selama praktik wajib mengenakan masker, wajib cuci tangan, jumlah siswa yang praktik hanya setengahnya dan tetap jaga jarak," saran Retno.
Poin kelima, Kurikulum 2013 harus disederhanakan menjadi kurikulum dalam situasi darurat. Kemdikbud harus menyederhanakan dengan memilih dan memilah kompetensi dasar (KD) mana saja yang harus diberikan yang sifatnya esensial.
Dalam keadaan normal saja K13 sulit dituntaskan secara maksimal, apalagi dalam keadaan darurat, ketika new normal nanti anak-anak harus belajar bergantian, menerapkan sistem shift demi menjaga jarak, tidak ada jam istirahat, jam tatap muka diperpendek, dsb.
Jika jam belajar saja di persingkat, maka kurikulumnya juga harus menyesuaikan, misalnya untuk SD dari 60 kompetensi dasar dapat di kurangi menjadi 30 KD saja misalnya. Artinya, kurikulum yang berlaku harus mengurangi kompetensi dasar (KD), memilih dan memilah materi esensial di setiap mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan.
Selama PJJ sebelum sekolah dibuka, Kurikulum 2013 juga harus disederhanakan. Belajar dari rumah tidak maksimal, karena banyak keterbatasan, sehingga kurikulumnya juga haruslah dalam situasi darurat.
Poin keenam, Penggunaan Dana desa untuk pendidikan di masa pandemi Covid 19. Berdasarkan survei, PJJ untuk guru dan siswa yang dilakukan KPAI juga terungkap bahwa banyak anak-anak tidak terlayani karena keterbatasan peralatan daring.
"Diperlukan politik anggaran oleh Pemerintah Pusat sehingga dana desa dapat dipergunakan untuk diarahkan ke pendidikan, yaitu dengan membelikan 5 komputer PC yang diletakan di Balai desa dengan fasilitas wifi sehingga, anak-anak di desa itu yang tidak memiliki perlatan daring dan tidak bisa membeli kuota internet dapat mempergunakan secara bergantian," tutur Retno.
Advertisement