KPAI Apresiasi Gelaran PTM Terbatas dengan Prokes Ketat
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sejumlah daerah akan dimulai awal September. Namun, di beberapa daerah termasuk DKI Jakarta telah menggelar PTM terbatas pada hari ini. Hal tersebut seiring dengan pernyataan MendikbudRistek Nadiem Makarim. Dia meminta seluruh daerah yang berada pada level 1-3 untuk mulai menggelar PTM secara terbatas.
Sehubungan dengan kebijakan tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) secara daring dengan aplikasi zoom. Dalam Rakornas Daring tersebut, KPAI menyampaikan hasil pengawasan PTM di 10 provinsi dan hasil pengawasan vaksinasi anak usia 12-17 tahun.
Selain itu, ada hasil survei “Persepsi Peserta Didik tentang Vaksin Anak” dengan partisipan survei sebanyak 86.286 anak dari 34 provinsi di Indonesia, dan 30 pelajar dari Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN), yaitu dari singapura dan Filipina. Peserta didik dari SILN Singapura seluruhnya sudah di vaksin, namun yang dari SILN Filipina seluruhnya mengaku belum di vaksin.
Hasil pengawasan PTM, Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti mengatakan, tahun ini KPAI sudah melakukan pengawasan ke 42 sekolah pada 12 kabupaten/Kota di 7 provinsi.
Hasil pengawasan vaksinasi anak usia 12-17 tahun, sepanjang pantauan KPAI ada sejumlah daerah yang sudah melakukan vaksinasi anak usia 12-17 tahun sejak Juli 2021, di antaranya Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, bahkan Papua . Sementara vaksinasi anak yang baru mulai digelar bulan Agustus 2021, diantaranya adalah Nusa Tenggara Timur (NTT).
KPAI tidak menemukan kasus vaksinasi anak yang berefek berat di setiap sentra pengawasan vaksinasi anak. KPAI juga melakukan survei singkat tentang “Persepsi Peserta Didik Terkait Vaksinasi Anak Usia 12-17 Tahun”. Survei yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google Form ini diikuti oleh 86.286 partisipan/responden dari jenjang pendidian SD/MI/SLB (10 persen), SMP/MTs/SLB (40 persen), MA/SMA/SMA/SLB (50 persen).
Asal daerah para partisipan berasal dari 34 Provinsi di Indonesia, bahkan diikuti juga peserta didik dari Sekolah Indonesia Luar negeri (SILN), yaitu SILN Singapura dan SILN Filipina. Dari jumlah 64 persen yang belum divaksin tersebut, 57 persen responden menyatakan belum divaksin karena belum berkesempatan mendapatkan vaksin. Kemungkinan data ini menggambarkan bahwa ada persoalan vaksinasi anak yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia.
Alasan responden bersedia di vaksin di antaranya adalah sebanyak 47 persen menyatakan bahwa keinginannya vaksin agar tubuhnya memiliki antibody terhadap virus Covid-19 sehingga jika tertular gejalanya menjadi ringan; 25 persen menyatakan memiliki kekebalan terhadap virus corona; dan 24 persen menyatakan agar segera dapat mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM), karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini dinilai kurang efektif, serta susah untuk di mengerti, sedangkan 2 persen karena dibujuk orangtuanya, merasa ini kewajiban dan 2 persen menjawab lainnya. Jawaban lainnya ialah agar bisa berpergian kemana saja, dan ada yang menyatakan agar terus dapat bantuan sosial dari pemerintah.
Alasan responden yang tidak bersedia divaksin menyatakan khawatir pada efek vaksin sebanyak 37 persen, dan merasa tidak perlu divaksin yang penting menerapkan protokol kesehatan sebanyak 15 persen responden; memiliki kormobid sehingga secara medis tidak bisa di vaksin (10 persen); tidak yakin dengan merek vaksin tertentu (8 persen); yakin bahwa kalau anak terinfeksi covid-19 gejalanya ringan bahkan kadang tidak bergejala (15 persen); divaksin juga tidak menjamin tidak tertular covid-19 (8 persen); dan tidak diijinkan orangtuanya untuk vaksin (7 persen).
Meskipun angka yang tidak bersedia divaksin hanya 3 persen dari 86.286 responden, namun hal tersebut tetap perlu menjadi pertimbangan untuk ditindaklanjuti pemerintah, misalnya melalui pendekatan berbasis sekolah/madrasah yang melibatkan pendidik di sekolah.
Anak-anak yang sudah divaksinasi mengaku pasca divaksin merasakan nyeri ditempat suntikan dilakukan (41 persen); lapar atau haus (16 persen); rasa lelah (11 persen); sakit kepala (4 persen); Demam (3 persen); mual atau muntah (1 persen); dan sisanya jawabannya lainnya (24 persen). Demikian efek dari vaksin yang dirasakan anak. Tidak ada yang parah apalagi sampai di rawat di rumah sakit.
KPAI Dukung PTM Terbatas
KPAI mendukung PTM dengan syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, sekolah/madrasah harus dipastikan sudah memenuhi segala syarat dan kebutuhan penyelenggaraan PTM terbatas termasuk memastikan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 dapat terpenuhi. Jika belum terpenuhi, maka Pemerintah Daerah harus membantu pemenuhannya;
Kedua, sekolah/madrasah harus dipastikan vaksinasinya mencapai minimal 70 persen warga sekolah sudah divaksin, mengingat sudah ada program vaksinasi anak usia 12-17 tahun. Kalau hanya guru yang divaksin, maka kekebalan komunitas belum terbentuk, karena jumlah guru hanya sekitar 10 persen dari jumlah siswa. Sementara kekebalan kelompok terbentuk jika minimal 70 persen populasi sudah divaksin, hal ini sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan badan kesehatan dunia, WHO.
Oleh karena itu, KPAI mendorong Pemerintah Pusat harus memeastikan percepatan dan penyediaan vakinasi anak merata di seluruh Indonesia. Karena dari survey singkat KPAI, anak-anak yang belum divaksin menyatakan belum mendapatkan kesempatan vaksinasi di daerahnya. Kalau anak belum divaksin, setidaknya orangtua peserta didik sudah di vaksin.
Ketiga, Pemerintah Daerah harus jujur dengan positivity rate daerahnya, dengan ketentuan menurut WHO bahwa positivity rate di bawah 5% baru aman membuka sekolah tatap muka. Untuk itu, maka 3T (Testing, Tracing, dan Treatment) perlu ditingkatkan, bukan dikurangi agar positivity ratenya menjadi rendah.
Keempat, Karena PJJ dan PTM dilaksanakan secara beriringan maka perlu ada pemetaan materi tiap mata pelajaran, materi mudah dan sedang di berikan di PJJ dengan bantuan modul, dan materi yang sulit disapaikan saat PTM, agar ada interaksi dan dialog langsung antara peserta didik dengan pendidik.
Kelima, KPAI mendorong 5 SIAP menjadi dasar bagi pembukaan sekolah di Indonesia, yaitu Siap aerahnya, Siap sekolahnya, Siap gurunya, Siap orang tuanya dan Siap Anaknya. Jika salah satu dari lima tersebut belum siap, sebaiknya tunda buka sekolah tatap muka di masa pandemi covid-19.
Keenam, KPAI mendorong Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota perlu melakukan nota kesepahaman terkait pendamping sekolah dalam PTM dan Vaksinasi Anak. Sekolah perlu mendapat edukasi dan arahan dalam penyusunan protokol kesehatan/SOP AKB di satuan pendidikan. Selain itu, sekolah dapat mengakses layanan fasilitas kesehatan terdekat ketika ada situasi darurat, misalnya ditemukan kasus warga sekolah yang suhunya di atas 37,3 derajat atau ada warga sekolah yang pingsan saat PTM berlangsung.
Advertisement