Kota Batu Bangun Kereta Gantung dari Iuran Warga, Mungkinkah?
Pemerintah Kota Batu tengah mencanangkan pembangunan kereta gantung yang akan selesai pada 2021, yang dananya disebut-sebut berasal dari iuran masyarakat. Salah satu pengamat ekonomi di Malang pun menyangsikan program ini bisa terealisasi.
Sebelumnya, Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko menyebutkan, model pembiayaan pembangunan kereta gantung tersebut didapat dengan cara menghimpun dana dari masyarakat berupa iuran, kemudian akan dibentuk koperasi.
Padahal, biaya pembangunan kereta gantung tersebut ditaksir menelan dana sebesar Rp 500 miliar.
"Nanti akan kita buatkan koperasi untuk menampung dana dari masyarakat tersebut," ujar Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko, saat diwawancarai ngopibareng.id beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi dari Universitas Brawijaya (UB), Bambang Hariyadi, menyangsikan kelembagaan koperasi yang dipilih oleh Dewanti. Ia menyebutkan, pesimisme itu tak hanya dari kelembagaan koperasi sebagai penampung dananya, tapi juga tingkat perekonomian masyarakat batu, serta kesadaran masyarakat sendiri untuk dengan suka rela membayar iuran.
"Koperasi itu kalau tidak karena spontanitas pada umumnya gagal. Mengapa begitu, karena jika dibentuk pemerintah ia akan mengharapkan subsidi," tutur dosen yang meraih gelar Master di Macquarie University, Sidney, Australia tersebut.
Bambang mencontohkan seperti Koperasi Unit Desa (KUD) bentukan pemerintah yang pada umumnya gagal.
"Koperasi itu harus dimulai dari bawah dulu. Dari kesadaran masyarakat sendiri untuk mau membentuk koperasi," tutur pria yang menyelesaikan pendidikan doktornya di UB tersebut.
Selain itu menurut Bambang, perlu juga dilihat tingkat perekonomian masyarakat Kota Batu itu sendiri dari pekerjaannya.
"Kalau berharap iuran masyarakat itu tidak bisa, masyarakat Kota Batu itu profesinya ada mulai dari petani, pegawai, pengusaha. Misalnya petani ya, petani mana yang bisa beli (saham koperasi)," tuturnya.
Apalagi Bambang beranggapan tidak semua masyarakat Kota Batu memiliki kesadaran untuk mengeluarkan uangnya, mengingat biaya pembangunan yang cukup besar.
"Masalah ekonomi, tidak semua masyarakat Kota Batu punya kesadaran dan dana dari mereka juga tidak cukup," terangnya pada Jumat 13 September 2019.
Walaupun mengambil contoh kasus seperti Wisata Taman Bunga Selecta, Bambang mengatakan kondisinya sudah berbeda.
Menurutnya Selecta bentuk kepemilikan dari masyarakat bukan melalui kelembagaan koperasi tapi saham bersama.
"Selecta itu berangkat dari gagasan Bung Karno, untuk menasionalisasi aset yang dimiliki Belanda. Jadi ibaratnya Selecta itu dikasih ke masyarakat. Barangnya kan sudah ada. Sedangkan kereta gantung ini, belum tahu bentuknya seperti apa, masyarakat sudah disuruh untuk nyumbang," ujarnya.
Maka dari itu Bambang menyarankan agar sejak awal bentuk kelembagaan yang dipilih adalah berupa Perseroan Terbatas (PT) bukan berbentuk koperasi.
"Sejak awal semestinya PT, kemudian sahamnya dijual. Dari perusahaan daerah yang ditugaskan untuk membangun itu kemudian ada PT di luar Pemda," tuturnya.
Bambang menjelaskan jika berbentuk koperasi para anggota harus menyimpan dana dan langsung ada imbalannya, tidak seperti investasi yang memerlukan waktu panjang untuk menunggu return.
"Kepemilikan saham dari koperasi itu sulit karena anggotanya tidak memiliki dana," tegasnya.
Advertisement