Kostum Pentas Unik, Mendukung Kisah 'Para Pensiunan' Gandrik
Teater Gandrik Jogjakarta, satu di antara teater berumur panjang di Indonesia. Berdiri 13 September 1983, oleh pendirinya, oleh Heru Kesawa Murti, Susilo Nugroho, Saptaria Handayaningsih, dan Jujuk Prabowo, memang digarap dengan ciri khusus. Mengundang pesona, tanpa kehilangan kekritisannya.
Demikianlah, Teater Gandrik Sambang Surabaya, akan mempertahankan ciri khasnya itu. Digelar ngopibareng.id kerja sama dengan Ciputra Hall, Surabaya, menghadirkan lakon "Para Pensiunan", 6-7 Desember 2019 mendatang.
Kolaborasi gaya berteater yang tidak kaku, permainan properti untuk mendukung cerita, kemunculan musik serta gerak dan lagu yang menarik. Selain itu, kostum pentas yang unik, permainan individu yang hebat serta naskah cerita yang cerdas.
Dengan begitu, penonton telah disuguhi 'pendidikan’ seni teater yang mutakhir. Pentas teater yang menghibur tidak hanya dilakukan oleh para pemain yang memerankan tokoh-tokoh cerita. Tapi komponen pentas yang lain juga bisa masuk ke aspek menghibur ini.
Komponen pentas seperti tata musik, naskah cerita serta eksplorasi properti pentas adalah beberapa hal yang menjadikan pentas Teater Gandrik memang harus dinikmati.
Dari konsep, pertunjukan Teater Gandrik dikenal dengan pertunjukan yang senantiasa menghadirkan gaya tradisi yang modern.
Sebuah pertunjukan tradisi yang hadir di kalangan masyarakat serta pelaku seni modern. Musik yang berada di atas panggung dan kadang ikut terlibat sebagi figuran, improvisasi yang begitu kental, serta komunikasi yang nyambung dengan penonton.
"Demikian ciri khas yang terus dipertahankan," tutur Butet Kartaredjasa, pemaian utama yang dikenal Raja Monolog itu.
Kini, bahkan ada konsep panggung baru, yang memperkuat suasana. Gaya pentas mereka mengadopsi pentas teater rakyat Srandul. Atau bila dikaitkan dengan Surabaya, laiknya ludrukan atau jula-juli pentas penuh homor.
Bisa dibayangkan, ada suatu panggung, dengan tenda kecil di tengah, tempat semua pemain berkumpul saat mereka sedang tak ada dialog. Jika biasanya pemain yang tak ada scene akan ke side wing atau ke belakang panggung, mereka malah berkumpul di tenda kecil itu, merokok atau minum. Bahkan bercanda dengan pemusik yang juga bergerombol santai di samping tenda itu.
Demikian itulah yang menciptakan suasana akrab antara para pelakon dan penonton. Teater Gandrik sungguh punya gaya baru.
"Imajinasi yang dimainkan para seniman menjadi bagian tak terpisahkan dari kesadaran untuk memimpikan kemungkinan terbaik harapan kita di masa depan," tutur Butet.
Sementara itu, terkait Surabaya saat ini, bagi Butet, telah terjadi perubahan. Karena itu, dipilihnya lokasi pentas (venue) di Ciputra Hall, Surabaya, karena banyak pertimbangan.
Tak banyak gedung pertunjukan yang layak untuk pementasan seni dan budaya di Surabaya. Bahkan, satu-satunya dan terbaik saat ini hanya Ciputra Hall, Performing Art Center. Di gedung itulah, Teater Gandrik Sambang Surabaya hendak mementaskan naskah "Para Pensiunan" itu.
Gedung ini terletak di kawasan Citra Land, Surabaya Barat. Tepatnya di kompleks Puri Widya Kencana. Satu kompleks dengan Sekolah Ciputra.
Hanya 200 meter dari GWalk, kawasan kuliner dan hang out di kota baru Surabaya Barat ini. Arah belakang GWalk jika masuk dari Unesa. Tak jauh dari danau Citra Land.
Gedung pertunjukan seni dengan kapasitas memadai, satu-satunya yang sudah mempunyai prasarana lengkap di kota ini. Sound system, lighting system, dan kualitas akustik yang sempurna.
Demikianlah, Teater Gandrik akan berusaha tampil optimal dalam memenuhi harapan dan kehausan warga Surabaya akan seni, khususnya teater yang menghibur dan apresiatif.
Advertisement