Koruptor Samadikun Balikin Sisa Korupsi Rp 87 Miliar Tunai!
Koruptor dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono adalah pemilik Bank Modern dengan posisi Presiden Komisaris (Preskom). Rumahnya di kawasan elite Menteng, Jakarta Pusat, yaitu di Jalan Jambu. Sepelemparan batu dari Jalan Cendana, rumah Presiden Soeharto berada.
Ayah Samadikun, Otje Honoris merupakan distributor tunggal Fujifilm untuk Indonesia. Sejak ayahnya meninggal pada tahun 80-an, kerajaan bisnisnya diteruskan Samadikun.
Seiring waktu, Samadikun bersaudara mengembangkan bisnisnya. Selain menjadi Preskom Bank Modern, pria kelahiran Bone, 4 Februari 1948 itu juga melebarkan ke sektor industri seperti properti, perdagangan, keuangan hingga pariwisata.
Pada 1997, krisis menghantam Indonesia. Bank Modern runtuh. Pemerintah memberikan suntikan lewat dana talangan BLBI ke Bank Modern puluhan miliar. Alih-alih untuk merestrukturisasi bank, uang itu malah dipakai Samadikun untuk memberesi kepentingan pribadinya. Total mencapai Rp 169 miliar.
Pada 28 Mei 2003, MA menghukum Samadikun selama 4 tahun penjara dan harus mengembalikan uang yang dikorupsinya. Duduk sebagai ketua majelis Toton Suprapto dengan anggota Parman Soeparman, Sunardi Padang, Muchsin dan Vallerina JL Kriekhoff.
Mendengar dirinya divonis bersalah, Samadikun yang tak ditahan segera berkemas dan angkat koper. Ia melarikan diri dan akhirnya kejaksaan menetapkannya menjadi buron.
Penangkapan Samadikun penuh dengan drama dan membutuhkan koordinasi G to G (government to government) setelah kabur 13 tahun. Ia ditangkap usai nonton F1 di China. Ia ditangkap otoritas China atas koordinasi dengan pemerintah Indonesia. Samadikun kemudian dideportasi ke Indonesia pada 21 April 2016.
Ia langsung dijebloskan ke penjara untuk menjalani hukuman badan selama 4 tahun. Selama menjalani hukuman penjara, Samdikun juga mencicil pengembalian uang yang dikorupsinya itu. Sisanya, ia bayar cash Rp 87 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tony Spontana mengatakan terpidana Samadikun saat ini masih berada di Lembaga Permasyarakatan menjalani sisa hukumannya.
“Sejak tahun 2016 terpidana telah membayar pertama sebanyak Rp 41 miliar, kemudian 2017 sebanyak dua kali yaitu Rp 20 miliar dikalikan dua dan pada awal 2018 sebesar Rp 1 miliar, lalu pada hari ini yang bersangkutan telah melunasi membayar kali terakhir kewajiban kepada negara sebesar Rp 87.472.960.461 miliar, secara resmi sudah saya serahkan bayaran ini melalui Bank Mandiri untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara,” paparnya. (*)