Korupsi Pengadaan Aplikasi Kota Pasuruan, JPU: Pidana Jalan Terus
Kelebihan bayar atas temuan kerugian negara senilai Rp298 juta oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menjadi jaminan para terdakwa lepas dari jeratan hukum.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap kekeh mengendus niatan memperkaya orang lain dan diri sendiri pada kasus ini. Tuntutan minimal empat tahun pun disampaikan JPU pada sidang lanjutan korupsi pengadaan lima aplikasi di Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Pasuruan.
Adu pendapat antara penasehat hukum para terdakwa dengan JPU akan semakin meruncing menjelang tahap pledoi atau nota pembelaan terdakwa. Pada sidang tuntutan pidana terhadap dua terdakwa FK dan MP.
JPU Widodo dari Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan, Kamis 20 Mei 2021 mengatakan, perbuatan kedua terdakwa FK dan MP diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.
"Menjatuhkan pidana terhadap I Fendy Krisdiyono dan terdakwa II Meindahlia Pratiwi dengan pidana penjara masing-masing selama empat tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani. Dan pidana denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan," ujar Widodo.
Tuntutan empat tahun tersebut dinilai pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan adalah kewajaran. Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) setempat Soemarno mengungkapkan, pengembalian kelebihan bayar atas temuan BPK tidak menghapus delik korupsi pada kasus yang penyidikannya dimulai 20 November 2020 itu.
Soemarno mengungkapkan, niatan memperkaya orang lain atau diri sendiri sangat kuat dilakukan oleh ketiga terdakwa yakni FK, SW, dan MP. Sehingga, pihaknya menganggap tuntutan empat tahun tersebut sangat wajar.
"Itu tuntutan minimal empat tahun. Pengembalian kelebihan bayar tidak serta merta kemudian bisa menghapus pidana. Andai itu tidak ada temuan dan perintah dari BPK untuk pengembalian? Kemana aliran uang itu?" kata Soemarno.
Melanjutkan penjelasannya, Soemarno mengatakan, ketiga terdakwa akan sama tuntutannya yakni empat tahun. "Ketiganya sama tuntutannya," kata Soemarno.
Pada perjalanan sidang ini terdakwa FK dan SW lewat penasihat hukumnya Samuel Hendrik Pangemanan, menganggap tuntutan JPU berlebihan dan tidak tepat. Ia menilai kedua terdakwa sudah mengembalikan kerugian negara. Terdakwa FK dan MP sudah mengembalikan senilai Rp 108 juta dan terdakwa SW mengembalikan senilai Rp 190 juta.
"Unsur pidana korupsi tidak terpenuhi. Kami sudah menunjukkan bukti pengembalian kelebihan bayar jauh sebelum terbit sprindik. Jadi, unsur pidana korupsi dalam kasus ini mengada-ada," ujar Samuel.
Pembelaan dengan nada yang sama juga disampaikan penasihat hukum terdakwa MP, Dr. Solehoddin. Bahwa ada fakta-fakta persidangan yang tidak bisa diabaikan oleh Majelis Hakim. Salah satunya keterangan saksi para tenaga harian lepas (THL) di Dinas Kominfotik Kota Pasuruan, yang terdakwa MP tidak pernah sama sekali memerintahkan para THL dalam pengadaan aplikasi SIPANDA dan SITURA.
"Posisi terdakwa MP dalam kasus ini adalah sebagai penjabat pembuat komitmen (Ppkom) yang secara struktural tidak akan berani melakukan kewenangan tanpa diperintah atasannya. Dalam hal ini adalah kepala dinas dan kepala bidangnya," kata Solehodin.
Sementara itu, pledoi untuk ketiga terdakwa sudah disiapkan oleh masing-masing penasihat hukum. Rencananya Kamis, 10 Juni 2021 nanti sidang agenda pledoi dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Secara garis besar isi pledoi menganggap tuntutan JPU berlebihan dan mengabaikan fakta persidangan.