Korban Tragedi Kanjuruhan Diputus Terima Restitusi Rp10-15 Juta, Keluarga Histeris dan Mengumpat
Sejumlah keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang tidak puas dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait putusan permohonan ganti rugi atau restitusi, menangis histeris saat mendengar putusan yang dibacakan.
Pantauan Ngopibareng.id, saat Ketua Majelis Hakim Nurkholis membacakan putusan permohonan restitusi yang jauh dari harapan para pemohon, mereka terlihat menangis sambil mengusap air matanya. Ada juga dari mereka yang melontarkan umpatan-umpatan.
"Nyawa harus dibalas dengan nyawa pak, anak saya dipateni polisi (anak saya dibunuh polisi)," teriak salah satu keluarga korban sambil menangis histeris.
"Bagaimana kalau putra-putri bapak yang dibunuh, anakku cuma ditukar sembako," ujar salah satu anggota keluarga korban lainnya.
Sementara itu, salah satu anggota korban Tragedi Kanjuruhan lainnya, Devi Athok menyatakan, pihaknya sangat tidak terima dengan putusan tersebut. Menurutnya, santunan atau donasi yang disalurkan oleh pihak termohon tidak bisa dipadankan dengan restitusi.
"Ya kami sangat kecewa, saya bilang ini bodoh karena menganggap donasi itu sebagai restitusi. Dan mereka sidang model A saja menyalahkan angin dan hanya dihukum 2,5 tahun, tapi kita nggak tahu dihukum di hotel atau di mana," ujarnya.
Devi melanjutkan, jumlah restitusi yang diterima oleh keluarga atau ahli waris korban meninggal dunia yang diputuskan sebesar Rp15 juta dinilai sama sekali tidak sebanding dengan nyawa anaknya yang menjadi korban.
"Sekarang restitusi aja Rp15 juta. Ya kita tukar posisi saja. Seandainya anaknya terbunuh dua sebagai ganti anak saya, dua yang meninggal, saya beri Rp15 juta," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Nurkholis menyatakan, korban meninggal dunia serta luka-luka Tragedi Kanjuruhan telah mendapat santunan dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, dan pihak manajemen Arema FC serta pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS) bagi keluarga atau ahli waris korban.
Dengan begitu, berbagai santunan-santunan tersebut pun telah dianggap oleh majelis hakim sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tragedi tersebut.
"Menimbang, keterangan ahli menyebutkan santunan tersebut sama dengan ganti rugi. Menimbang, ahli menyebutkan korban mendapat santunan dari pemerintah pusat provinsi daerah juga KIS itu sebagai bentuk tanggung jawab," tegasnya.
Nur Kholis juga menyebut, pihaknya mempertimbangkan nilai restitusi menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 15 Tahun 2017. Dalam peraturan itu, disebutkan bahwa korban meninggal dunia berhak mendapatkan santunan Rp50 juta, sedangkan korban luka-luka diberikan santunan senilai Rp20-25 juta.
"Menimbang penjelasan pihak termohon 1, 2, 3, 4 dan 5 dinyatakan bersalah tentang kelalaian menyebabkan orang lain meninggal. Maka majelis hakim mengambil keputusan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 5 Tahun 2017. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan pada putusan kasasi di mana perbuatan termohon unsur kealpaan," ucapnya.
Pertimbangan lainnya, terdapat pula pernyataan ahli yang menyebut bahwa besaran restitusi harus mempertimbangkan kondisi finansial dari pihak termohon yang di antaranya berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN).
“Sehingga majelis hakim berdasarkan pertimbangan tersebut dengan menetapkan restitusi untuk 63 orang meninggal dunia masing-masing Rp15 juta dan 8 orang luka-luka masing-masing Rp10 juta, dengan total restitusi sebesar Rp1,02 miliar,” kata Nur Kholis.
Mendengar putusan itu, baik pihak LPSK yang menjadi kuasa hukum korban dan ahli waris, maupun para penasihat hukum para termohon, bulat menyatakan banding terhadap hal tersebut.
“Semuanya banding, ya,” pungkas Nur Kholis.
Advertisement