Korban Sipoa Murka Dengar Eksepsi Dua Terdakwa
Sidang dugaan kasus penipuan dan penggelapan jual beli apartemen Royal Avatar World (Sipoa Grup) senilai Rp 12 miliar kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa 31 Juli 2018.
Ratusan korban Sipoa juga kembali memadati ruang sidang dengan agenda pembacaan eksepsi (keberatan) yang diajukan kedua terdakwa, petinggi Sipoa Grup Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso, petinggi Sipoa Grup ini.
Dengan pengawalan anggota Polisi bersenjata, kedua terdakwa keluar dari Ruang Tahanan PN Surabaya dengan diiringi teriakan bersahutan, "Maling-maling kembalikan uangku" teriak para korban.
Dalam pembacaan eksepsi oleh penasehat hukum kedua terdakwa, Desima Waruwu mengatakan, dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat. Alasannya, sesuai dakwaan terkait locus delictinya (tempat terjadinya perkara), menurutnya masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
"Sesuai dakwaan, locus delictinya perkara ini jelas masuk dalam wilayah PN Sidoarjo. Kami mohon Majelis Hakim menolak dakwaan JPU dan tidak dapat diterima," kata penasehat hukum terdakwa, Desima.
Setelah mendengar eksepsi dari terdakwa, Ketua Majelis Hukum I Wayan Sosiawan menanyakan Jaksa terkait tanggapan atas eksespi dari terdakwa. Jaksa Rachmad Hary Basuki menyanggupi tanggapannya akan disampaikan pada persidangan berikutnya Kamis 2 Juli 2018.
"Siap Majelis, Kamis ini kami siap dengan jawaban atas eksepsi yang diajukan terdakwa," tegas Jaksa Rachmad Hary Basuki dihadapan Ketua Majelis Hakim yang sekaligus menutup jalannya persidangan kali ini.
Mendengar eksepsi dari terdakwa, Ketua Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P2S), Antonius Joko Mulyono menegaskan jika yang dipersoakan adalah tempat kejadian, sangat tidak beralasan.
Sebab, pembayaran yang dilakukan korban PT Sipoa Grup ini dilakukan di Surabaya bukan di Sidoarjo, "Proyek Sipoa berada di Sidoarjo, namun semua administrasi dan pembayaran dilakukan di Surabaya. Pembayaran ditangani oleh PT Sipoa Investama Propertindo yang komisarisnya dijabat Budi Santoso," tegasnya usai sidang.
Ditambahkan Antonius, proses yang dilaksanakan di Sidoarjo antara pihak terdakwa dengan para korban hanya terkait pengambilan surat bukti pembayaran. Sedangkan selebihnya, yakni proses perjanjian dilakukan di Surabaya.
"Kita memohon Majelis Hakim menolak eksepsi yang diajukan kedua terdakwa serta melanjutkan sidang ke tahap pembuktian," harapnya.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa akibat tidak dibangunnya Apartemen Royal Afatar World tersebut, 71 orang yang memesan Apartemen Royal Afatar World termasuk Syane Angely Tjiongan dan Dra. Lind Gunawati GO melaporkan terdakwa ke SPKT Polda Jatim. Setelah dilaporkan ke polisi, korban sebanyak 71 orang yang memesan Apartemen Royal Afatar World mengalami kerugian total Rp. 12.388.751.690.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa dalam dakwaan primernya Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan dakwaan sekundernya Pasal 378 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.(tom)