Korban PHK Massal Pabrik Cerutu di Jember Mengadu ke Disnaker
Sebanya 20 eks pekerja di PT. Penyelesaian Masalah Property (PMP) mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jember, Senin, 05 September 2022. Mereka mewakili ratusan pekerja lainnya yang bernasib sama.
Nur Hidayati, warga Kecamatan Sumbersari, Jember, salah satu eks pekerja PT. PMP mengatakan, ia bersama ratusan temannya bekerja dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) di PT. PMP. PT. PMP merupakan sebuah perusahaan eksportir yang bergerak di bidang produksi cerutu di Kabupaten Jember.
Selama bekerja sejak bulan Januari 2021 hingga Agustus 2022, tidak pernah absen. Meskipun pernah sesekali mendapat teguran, namun bukan karena persoalan yang fatal.
“Kita bekerja dengan tekun, tidak pernah absen. Kita selalu bekerja setiap hari selama dua tahun bekerja di PT. PMP,” kata Hidayati.
Namun, pada akhir Agustus 2022 lalu, Nur Hidayati bersama puluhan pekerja lainnya diminta masuk pagi. Padahal saat itu, Nur Dihayati sudah bekerja pada malam harinya.
Sejak saat itu, Nur Hidayati sudah mulai waswas. Karena sebelumnya juga ada pekerja yang diperlakukan sama, ujung-ujungnya diberhentikan (PHK).
Sebagai pekerja, Nur Hidayati tidak punya pilihan lain. Ia bersama puluhan teman satu kantor diminta masuk ke sebuah ruangan.
Pihak perusahaan saat itu memberikan alasan, bahwa mereka akan diberikan sosialisasi khusus. Kekhawatiran Nur Hidayati ternyata benar. Ia bersama puluhan pekerja lainnya diberhentikan.
PT. PMP terpaksa memutus hubungan kerja dengan ratusan pekerja, dengan alasan kegiatan ekspor cerutu saat ini menurun. Hal itu dampak dari perang antara Rusia-Ukraina yang juga melibatkan Amerika Serikat.
“Kami di-PHK dengan alasan saat itu, perusahaan terdampak oleh krisis global akibat perang antara Rusia-Ukraina yang juga ada Amerika di situ,” jelas Nur Hidayati.
Saat itu, Nur Hidayati bersama ratusan teman satu kantornya diminta menandatangani surat pernyataan. Dalam surat itu tertera pemutusan hubungan kerja dan jumlah pesangon yang diterima para pekerja.
“Dalam surat pernyataan itu, tiap PKWTT mendapatkan pesangon Rp 4.900.000 ditambah tunjangan cuti Rp 400 ribuan,” tambahnya.
Namun, Nur Hidayati masih ada beberapa hak yang belum diberikan oleh pihak perusahaan. Saat awal bekerja ada perjanjian bahwa PKWTT mendapatkan beberapa tunjangan, namun sampai saat ini perjanjian itu belum dipenuhi.
“Selain itu, para pekerja juga membayar iuran Rp 5.000 per bulan. Namun, kita tidak mengetahui ke mana larinya uang itu,” lanjut Nur Hidayati.
Atas kejadian itu, Nur Hidayati bersama ratusan pekerja yang senasib merasa menjadi korban PHK sepihak oleh pihak perusahaan. Karena itu, mereka mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja untuk meminta solusi.
“Kami datang ke sini untuk mencari solusi agar hak-hak kita dapat dipenuhi oleh pihak perusahaan,” pungkas Nur Hidayati.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Jember Bambang Rudianto mengatakan, sejauh ini pihaknya masih mempelajari kasus pemutusan hubungan kerja oleh PT. PMP.
“Kita terima penjelasan dari perwakilan eks pekerja PT. PMP. Namun, masih perlu kita kaji. Mereka merasa menjadi korban PHK sepihak, karena sebelumnya belum ada sosialisasi dari pihak perusahaan,” kata Rudi.
Disnaker Jember dalam waktu dekat juga akan memanggil pihak PT. PMP untuk menjelaskan kronologi yang terjadi.
Sejauh ini, Disnaker Jember menerima informasi bahwa PHK terhadap ratusan pekerja oleh PT. PMP merupakan dampak dari isu global. Pihak perusahaan mengalami kemerosotan sejak dua tahun terakhir.
“Selama dua tahun perusahaan mengalami penurunan. Namun, itu masih perlu kami tanyakan lebih lanjut. Dau atau tiga hari lagi PT. PMP akan kami panggil,” pungkas Rudi.
Advertisement