Korban Lihat Ada Kejanggalan di Sidang Polisi Terdakwa Kanjuruhan
Pengacara keluarga korban tragedi Kanjuruhan melihat adanya kejanggalan, dalam proses pengadilan hingga keluarnya tuntutan tiga tahun penjara terhadap tiga polisi terdakwa kasus tersebut. Mereka adalah mantan Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Salah satu pengacara kelurga korban, Imam Hidayat mengatakan, kejanggalan pertama terkait penggunaan Pasal 359 dan 360 KUHP, tentang kealpaan mengakibatkan luka dan kematian orang lain.
Diketahui, kedua pasal tersebut digunakan oleh penyidik Polda Jatim untuk melaporkan ketiga anggota kepolisian yang menjadi terdakwa Tragedi Kanjuruhan, alias Laporan Model A.
Kemudian, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menerima laporan tersebut dan memberikan P21 atau kelengkapan berkas dan layak. Lalu, ketiganya melangsungkan persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.
"Artinya kemudian tuntutannya hanya tiga tahun dari ancaman (maksimal) lima tahun, itu kita sudah menduga sejak awal," kata Imam, Minggu, 26 Februari 2023.
Kejanggalan lain, lanjut Imam, terkait majelis hakim yang tidak melakukan pemeriksaan kembali di Stadion Kanjuruhan. Padahal, hal itu untuk memastikan bagaimana terjadinya tragedi Sabtu, 1 Oktober 2022.
"Kemudian meminta supaya ada rekontruksi ulang, supaya memperjelas bagaimana Tragedi Kanjuruhan itu bisa disidangkan dengan rasa keadilan," jelasnya.
Selain itu, Imam menyebut, salah satu terdakwa Hasdarmawan juga sempat mengakui telah memerintahkan anggotanya penembakan gas air mata ke sekitar tribun berdiri sisi selatan.
"Kita tahu dalam fakta persidangan, salah satu terdakwa mengakui menembakan gas air mata di tribun. Itu kan sudah diakui yang keceplosan," ucapnya.
"Dalam persidangan juga ditunjukan aparat Brimob yang menembakan gas air mata ke tribun, pintu 13 yang terkunci, sempit, berjubel. Ternyata diluar stadion juga ditembak gas air mata," tambahnya.
Dengan banyaknya kejanggalan itu, keluarga korban tragedi Kanjuruhan menganggap sidang tersebut direkayasa sejak awal. Sehingga para terdakwa tidak mendapatkan hukuman berat.
Bahkan, salah satu keluarga korban, Devi Athok sempat enggan menjadi saksi dalam sidang tragedi Kanjuruhan. Namun, dia akhirnya tetap dua kali ke Pengadilan Negeri Surabaya sebanyak dua kali.
Advertisement