Kasus Hampir Sejuta, DPR Menilai Penanganan Covid Tak Tepat
Anggota Komisi IX DPRI Saleh Daulay menilai penangan Covid -19 yang dilakukan oleh pemerintah tidak mencapai sasaran. Selama 10 bulan menangani Covid-19, jumlah korban yang positif semakin tinggi, mendekati angka 1 juta orang.
Keterisian rumah sakit rujukan Covid presentasenya tetus naik hingga 80 persen. Pemprov DKI pun terpaksa membuka lahan makam baru khusus Covid-19, setelah empat makam yang disiapkan sebelumnya sudah penuh.
Sementara biaya yang dikeluarkan untuk penanganan Covid mencapai triliunan Rupiah. Menghabiskan waktu dan menguras energi. Tapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Meski berbagai metode telah dilakukan.
Ada yang namanya Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB), dengan turunannya berupa protokol kesehatan (Prokes). Implementasinya 3M+. Memakai masker, rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak serta memperbaiki nutrisi. Aparat pemerintah, Polri, TNI maupun Satpol PP ditugaskan untuk mengawal pelaksanaan Prokes.
Setelah PSBB beberapa kali diperpanjang, tidak membuahkan hasil maksimal, sekarang diganti dengan nama baru Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) se Jawa dan Bali yang hari ini 26 Januari 2021, memasuki periode ke dua, dengan kurun waktu masing masing 14 hari.
Upaya ini dinilai belum mampu menurunkan jumlah orang yang terpapar Covid-19. malah sebaliknya, yang positif pun orang yang meninggal bertambah banyak. "Mengakibatkan petugas medis kewalahan," kata Saleh, ketika berbincang dengan Ngopibareng.id, Selasa 26 Januari 2021.
"Berdasarkan fakta fakta tersebut pemerintah harus bernani mengakui bahwa penanganan Covid-19, meleset dari target," kata Saleh.
Menurut Saleh ada yang salah dalam menangani Covid-19. Yakni terlalu banyak melibatkan orang yang bukan ahlinya. Sehingga mereka bekerja tanpa konsep yang benar dan bongkar pasang.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN ) ini pun mengatakan, penanganan Covid-19 di Indonesia, saat ini memasuki babak baru, yakni tahap vaksinasi. Pemberian vaksin untuk serangan balik terhadap Covid-19, diawali oleh Presiden Jokowi pada 13 Januari. Targetnya 187 juta penduduk.
"Vaksinasi ini pun tidak berjalan mulus, ada semacam kontroversi soal kualitas dan keampuhan vaksin. Pemetintah juga berubah sikap, vaksinasi yang semula gratis prngusaha diberi peluang untuk melakukan vaksinasi mandiri," katanya.
Ada pihak yang melihat ini peluang bisnis baru, beberapa pengusaha mulai kasak kusuk untuk mengajukan izin mengimpor vaksin. Sebab untuk memvaksin 187 juta orang, setidaknya diperlukan 375 juta vaksin lebih dengan asumsi 1 orang 2 kali vaksin.
"Mengapa pemerintah tidak memproduksi vaksin merah putih yang dikembangkan oleh beberapa perguruan tinggi terkemuka dan LIPI," tanya Saleh.
Di akhir wawancara dengan ngopibareng, Saleh Daulay mencurigai ada orang yang memanfaatkan penanganan Covid-19 ini sebagai proyek untuk memperkaya diri di atas penderitaan orang lain.
"Paket Bansos yang dikorup dan bantuan sosial tunai yang tidak tepat sasaran, itu salah satu contoh yang bukan rahasia lagi," kata Fraksi PAN di DPR RI tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunaldi Sadikin sebelumnya mengatakan ada yang salah saat melakun testing dan tracing untuk mendeteksi penderita Covid-19. Ia berjanji akan memperbaiki dengan menggunakan alat GeNose yang akan disebar di sarana publik, stasiun, bandar udara, dan terminal.