Kopilos Malih Rupa dari Karlos, Kopinya Makin Jos
Tak ada yang tak kenal Karlos. Empat tahun lalu. Mungkin lebih lama dari itu. Karlos begitu membahana. Namanya berbunga-bunga. Diuber-uber para hilir kopi, seperti kembang desa yang malu-malu mau untuk dipinang.
Pendeknya, siapa yang tak kenal Karlos kala itu. Agar lebih keren, dunia hilir kopi: perwarungan, perkedaian, hingga percoffeeshopan, menuliskannya dengan penuh gaya. Karlos menjadi Carlos. Seperti mengeja nama orang Brazilia, atau sebutan nama Amerika Latin lainnya.
Plus... disertai cerita. Cerita ngarang. Tapi asik didengar. Bahwa, Carlos itu asalnya dari Brazilia. Lalu, karena sesuatu hal, Carlos migrasi ke Indonesia. Naik pesawat turun Bandara Udara Abdul Rahman Shaleh. Di Kabupaten Malang.
Dari bandara naik taksi. Turun Terminal Arjosari. Tapi tidak naik bus. Melainkan naik oplet. Angkutan warna biru, bertuliskan AL. AL itu bukan singkatan Angkatan Laut, melainkan Arjosari-Landungsari. Dari terminal ke terminal. Landungsari adalah arah dari Kota Malang menuju Kota Batu.
Landungsari ke atas lagi tak ada angkutan umum. Maka Carlos nunut ojek. Naik ojeknya dengan senyum-senyum kegirangan. Dia sudah merasa jadi Indonesia asli ketika naik ojek itu. Apalagi si ojek membawanya melewati kaki-kaki Gunung Arjuno. Sejuk nan dingin. Turun dia di sana. Menetap di situ. Bersosialisasi di situ. Kelak kemudian Carlos menjadi lidah Jawa. Karlos.
Karlos dalam migrasinya itu kemudian menjelma menjadi petani kopi. Kecintaannya dengan kopi membuatnya dekat dengan jatidiri. Mungkin juga Illahi. Lalu dalam doanya dia meminta diri untuk moksa. Seperti Prabu Jayabaya di Kediri. Kelak kemudian, tempat itu bernamalah Karang Ploso. Karlos, ya Karang Ploso itu.
Ngarang bukan? Jelas! Satus persen ngarang. Tapi ngarang yang asik. Membuat tertawa. Tertawa karena kopi yang diminumnya tak disangka mempunyai cerita ngarang yang keren begitu rupa, selain citarasanya yang begitu menyenangkan. Karlos dengan sosialisasi yang seperti itu segera melejit seperti perawan yang ditimang-timang tadi.
Karang Ploso berhembus kencang. Seperti angin dari Arjuna yang memaksa diri menabrak tiang. Tak ada halangan, dan kopi Gunung Arjuna yang tumbuh di wilayah Kecamatan Karang Ploso ini landing di pasaran. Dicintai orang.
Terlepas dari peristiwa branding yang ngarang tadi, dinamika Karang Ploso menjadi bukan main. Banyak yang melirik dan banyak yang ingin memiliki. Dinamika itu yang akhirnya memaksa diri Carlos malih rupa menjadi Kopilos.
Sayangnya, malih rupa ini tak banyak diketahui orang. Kopi lereng Gunung Arjuna yang berada di wilayah Kecamatan Karang Ploso, seperti menghilang. Tak terdengar lagi kabarnya. Apakah pohon kopinya dibabat seperti halnya kawasan kopi robusta di wilayah Sumbermanjing Wetan yang terkena penetrasi masif pabrik gula? Ataukah pohon kopinya terkena hama berkepanjangan sehingga tak berbuah lagi?
ngopibareng.id mencoba menelisiknya. Nyaris dua tahun Karlos tak muncul di permukaan. Permukaan saja tak muncul apalagi di pasaran?
Kopi Karang Ploso yang diperkenalkan serta digiatkan oleh Pandu Prabowo ternyata masih eksis. Hanya kini namanya malih rupa dari Karlos menjadi Kopilos.
Sayang ngopibareng.id tak bisa bertemu langsung dengan Pandu Prabowo. Tapi cukup beruntung bertemu dengan Tegar Jarwo Pratama, Faisal Irza, dan Iwan Irmansyah yang ikut nyantrik di basecamp pemrosesan kopi Pandu Prabowo di Desa Tawang Argo, Karang Ploso.
Cukup beruntung lagi, bersua dengan salah satu petani dalam naungan Kopilos, Pak Sukarip. Memiliki 4 hektar lahan di Gunung Papak, bagian dari Gunung Arjuna. Sebagian besar untuk ditanami Kopi Arabika di ketinggian 1400mdpl, beberapa bagian untuk menanam pohon sengon.
Kopi arsbika Karang Ploso seperti menghilang. Tak terdengar lagi kabarnya. Apakah pohon kopinya dibabat seperti kawasan kopi robusta di wilayah Sumbermanjing Wetan yang terkena penetrasi masif pabrik gula? Ataukah pohon kopinya terkena hama berkepanjangan sehingga tak berbuah lagi?
Tegar Jarwo Pratama mengatakan, kopi arabika Karang Ploso yang selama ini digiatkan dan diedukasikan masih ada. Malahan terus berproses agar menuju lebih baik lagi. Hanya nama saja yang berubah. Menjadi Kopilos.
"Saya kira, sebentar lagi, nama ini akan juga setenar seperti nama sebelumnya. Kita sedang berbenah. Sedang menata diri. Semoga ke depan Kopilos menjadi lebih siap dan lebih bisa menjawab tantangan dunia perkopian," kata Tegar optimis.
Masih menurut Tegar, saat ini Kopilos masih produksi sedikit. Karena belum panen maksimal, dan memang sedang menuju panen raya. Baru Agustus depan sepertinya akan panen total. "Kita sudah menyiapkan proses kok agar Kopilos segera menggelinding lagi. Kali ini pasti lebih siap dengan proses yang lebih baik," kata Tegar.
Kopi Karang Ploso mempunyai citarasa unik. Sepertinya ini memang karakter kopi Gunung Arjuna. Sebab itu digandrungi banyak orang. Kopinya manis buah. Serasa fruti buah. Kalau diproses betul, full wash teknik misalnya, kopinya bening di rasa. Klin orang bilang. Tidak terlalu berat di bodi. Tapi benar-benar mengasyikkan kalau disesap penuh penghayatan. (widikamidi)