Kopiah Cheng Hoo, Ramadan Begini Larisnya Bukan Main
Ini musim orang lagi banyak menyambangi masjid. Lagi musimnya pula orang rajin memakai kopiah. Malah tinggal beberapa hari lagi lebaran umat islam sedunia tiba. Seiring momentum ini, songkok alias kopiah alias peci alias kethu, alias apa saja penyebutannya adalah salah satu yang wajib dimiliki.
_____________
Pernahkah menyimak agak detail, bahwa dunia perkopiahan, perpecian, persongkokan, perkethuan terdapat dua model populer yang sangat dikenal masyarakat. Yaitu aitu model kopiah beludru dan kopiah haji.
Keduanya, masing-masing model, punya pasar sendiri-sendiri. Punya peminat sendiri-sendiri. Hanya belakangan peminat kopiah beludru seolah tergeser oleh peminat kopiah model haji.
Bisa jadi, karena sekarang naik haji makin sulit, karena daftar antrian berhaji juga makin panjang, orang lebih suka mengenakan kopiah haji. (Sebab) ada anggapan, dengan berkopiah haji, si pemakai kopiah acap kali dianggap/dipandang sudah pergi haji ke tanah suci. Wow…
Kendati omsetnya bisa dikatakan menurun, pelaku industri skala kecil bidang produksi kopiah berbahan baku kain beludru di Kabupaten Gresik tidak lantas menyerah begitu saja. Malah mereka optimis masih memiliki prospek cerah seperti tahun-tahun sebelumnya.
Sebab, masyarakat masih menggandrungi kopiah hitam itu, yang lebih cocok dipakai dalam acara resmi, di instansi pemerintah, maupun hajatan keluarga. Kopiah hitam dari beludru itu juga masih diakui sebagai songkok nasional.
Untuk mengatasi persaingan yang nyata itu, perajin kopiah beludru memiliki kiat jitu mengatasi kualitas produknya. Di antaranya memanfaatkan kain warna-warni dan memadukannya dengan artistik bordir. Bentuknya juga dibuat lain, dibuat praktis yaitu bisa dilipat dan dapat dimasukkan saku. Ini keunggulan tersendiri kopiah beludru dibandingkan kopiah beludru konvensional yang tidak dapat ditekuk dan dimasukkan saku.
Apa yang dilakukan para perajin kopiah untuk mempertahankan pasar didasari dengan inovasi serta penetrasi pasar memang harus dilakukan. Mereka tak ingin usaha yang telah digeluti sejak lama itu gulung tikar begitu saja tanpa perlawanan.
Ubaidillah misalnya, 28 tahun, jebolan IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dia adalah pemilik usaha pembuatan kopiah dengan bendera BMH (Bunga Matahari). Ubaidillah mengatakan, produk kopiah miliknya selain model polos atau konvensional juga dipercantik dengan aneka asesori di setiap sisi maupun bagian atasnya.
“Selama pemerintah masih menetapkan songkok hitam sebagai songkok nasional, maka songkok begini masih laku kendati songkok putih merajalela di pasaran,” katanya sembari menyebut Kota Malang, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Aceh, Padang, Riau adalah pasar paling potensialnya.
Kopiah Cheng Hoo
Untuk mengikuti trend yang ada sekarang, Ubaidillah bersama 15 orang karyawannya dalam beberapa tahun terakhir mengotak-atik desain produk kopiah model Cheng Hoo. Seorang laksamana asal China yang memimpin ekspedisi laut ke berbagai negara termasuk Indonesia.
Laksamana ini diketahui secara luas adalah beragama islam. Cheng Hoo, si Laksamana, juga memiliki beberapa peninggalan di Jawa Timur dan untuk mengenangnya juga didirikan mesjid Cheng Hoo di Surabaya dan Pandaan, Pasuruan.
Nama besar Cheng Hoo yang popular itu dimanfaatkan Ubaidillah dengan menciptakan desain kopiah. Bentuknya berbeda dengan songkok nasional, kopiah Cheng Hoo berbentuk bundar dan bagian tengahnya ada tonjolan ke atas. Produk tersebut dilengkapi dengan asesori sablon agar menarik.
“Anak muda banyak yang menyukainya, termasuk yang memiliki kegemaran bermain musik. Kami menjual dengan harga 60.000-70.000 ribu rupiah per buah,” katanya seraya menunjukkan satu produk yang dibubuhi tulisan Slank.
Harga songkok Cheng Hoo sedikit lebih mahal dibandingkan songkok biasa yang berkisar 35.000–40.000/buah. Produk yang dipakai untuk aneka keperluan itu mencakup sholat, hajadan maupun acara lainnya diberi merk dagang Gemma, Windu Mas dan BMH.
Menurut Ubaidillah, saat ini volume produksinya dalam sebulan mencapai 500 buah untuk motif songkok biasa. Maklum pembuatan songkok untuk bagian pekerjaan tertentu dikerjakan dengan tangan agar lebih indah.
Untuk memperlancar pemasarannya, Ubaidillah mengaku menawarkan ke pasar-pasar tradisional maupun toko-toko di berbagai daerah. “Yang jelas, kami harus gesit menerobos pasar agar tidak kalah bersaing,” katanya.
Dalam menjalin kerja sama dengan mitra bisnis, dia melakukan negosiasi harga sesuai kualitas produk. Demikian pula sistem pembayarannya dirembug menyangkut temponya berapa bulan.
Dalam memperluas pasar, Ubaidillah mendapatkan fasilitasi dari PT Petrokimia Gresik (Petrogres) yakni diikutkan dalam pameran agar bisa mendapatkan mitra baru maupun pembeli langsung. BUMN industri pupuk di Gresik itu juga memfasilitasi pinjaman modal bunga lunak sebesasr 6% per tahun.
“Kami telah mendapatkan kucuran dana dua kali dari Petrokimia Gresik yakni 25 juta dan 20 juta masing-masing dikembalikan dalam jangka 2 tahun. Dana itu cukup membantu usaha kami,” ungkap Ubaidillah.
Dengan kegesitan di bidang akses permodalan maupun pemasaran, sekaligus berinovasi berupa menciptakan desain baru sesuai tren, maka usaha kecil di bidang produksi songkok di Gresik agaknya masih bisa eksis. Anda sudah punya? Belum? Ayo beli untuk persiapan lebaran. (*)
Advertisement