Kopi Telor Penawar Covid
Saya masih penasaran dengan pemaparan Prof Dr Sutiman Bambang Sumitro. Tentang kaitan jamu yang bisa kendalikan virus Covid-19.
Maka pagi-pagi saya whatsapp Ketua Kagama Malang Raya Dr Nur Hidayat. Yang satu kampus dengan Prof Sutiman di Universitas Brawijaya. Minta nomor selulernya.
Setelah dapat, saya pun segera kirim pesan ke ahli nano sel dan biologi molekul ini. "Bagaimana jamu bisa menjadi pengendali badai inflamasi?."
Sebelumnya ia memang dengan yakin menyatakan hal itu. Saat menjelaskan tentang pandemi Covid-19. Dari perspektif keilmuannya. Di depan para alumni Universitas Gadjah Mada (UGM).
Inflamasi adalah respon dari organisme tubuh manusia terhadap masuknya benda asing seperti virus. Ketika tubuh manusia kemasukan virus, secara otomatis akan direspon sel-sel dalam tubuh.
Perlawanan itu menyebabkan peradangan (inflamasi).
Karena itulah, orang yang terpapar Covid-19 biasanya menunjukkan gejala-gejala. Gejala tersebut hasil dari badai inflamasi. Wujudnya seperti panas badan, demam, batuk dan pilek.
Semua karena ada perubahan pembuluh darah akibat infeksi yang dihasilkan badai inflamasi.
Nah, Prof Sutiman yakin bahwa jamu bisa mengendalikan badai inflamasi akibat Covid-19. Ia pun langsung menyebut jamu (obat-obatan herbal) sebagai sesuatu yang bisa mengatasinya. ''Jamu itu peluruh radikal,'' katanya.
Yang dimaksud adalah radikal bebas. Yakni atom atau senyawa yang mengandung atom dengan kulit luar tidak berpasangan.
Atau molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya. Bisa juga disebut energi yang dipakai sel untuk menyelenggarakan proses hidup yang dijaga secara terus-menerus berada pada level yang dibutuhkan tubuh.
Radikal bebas ini bisa diibaratkan air. Jika ia mengalir sesuai gratifisasi, maka ia bermanfaat untuk bumi. Tapi terjadi banjir bandang, maka harus ada bendungan yang bisa menjaga air agar tidak merusak.
Radikal bebas juga tidak boleh berlebihan. Terlalu tinggi. Bendungan untuk menjaga agar radikal bebas ini tidak merusak diperlukan bendungan yang dalam istilah biologinya disebut komplek senyawa.
Radikal bebas ini yang memberi efek buruk ke tubuh manusia. Rokok berbahaya karena asapnya merupakan radikal bebas. Nah, kalau bisa menyelaraskan radikal bebas, bahaya itu menjadi tidak ada.
Bendungan radikal bebas itu disebut anti oksidan. Penawar radikal bebas. Ia merupakan molekul yang bisa menghambat atau mencegah perusakan sel manusia akibat radikal bebas yang tinggi.
''Jamu itu bisa menanggulangi badai inflamasi dan peluruh radikal. Jamu bisa menurunkan radikal bebas ke jenjang normal sehingga kekebalan tubuh bekerja optimal,'' tegas Prof Sutiman.
Saya yang waktu sekolah selalu dapat nilai jelek mata pelajaran biologi masih belum paham. Sayapun bertanya, jamu seperti apa yang bisa tangguh untuk badai inflamasi dan peluruh radikal bebas bernama Covid-19?
Sebetulnya banyak anti oksidan sanyawa komplek di bumi nusantara yang bisa dijadikan bendungan radikal bebas. Hampir semua tanaman mempunyai senyawa komplek. Mulai dari daun, kulit kayu, buah sampai biji dan akar.
Namun, yang biasa digunakan jamu umumnya senyawa antioksidan. Contohnya kayu akway dari Papua.
''Saya memilih formulasi kopi plus telur mentah. Menawi kerso dalem kintun. Nyuwun alamat kirim. (Kalau mau saya kirim. Minta alamat untuk mengirimnya, red),'' kata Prof Sutiman jelang tengah malam.
Tentu jangan bayangkan hanya cukup menyeduh kopi dicampur telur mentah. Ada prosesnya. Ada komposisinya. Yang dibuat melalui proses laboratorium.
Prof Sutiman sudah memiliki ramuan khusus untuk anti inflamasi. Itu tadi, ramuan kopi plus aspirin. Minumnya dicampur dengan telur mentah.
"Bisa juga untuk menghentikan peradangan pada luka baru atau lama. Caranya dikompreskan ramuan kopi saja tanpa telur mentah selama 30 menit dengan kapas atau kain kasa," katanya.
Pada orang yang sakit, tambah alumnus UGM ini, produksi radikal bebasnya berlebihan. Sehingga mekanisme dalam tubuh tidak cukup untuk mengembalikan ke posisi normal.
''Di sinilah kita butuh jamu dengan anti oksidan senyawa komplek untuk membantu tubuh menurunkan dan menjaga radikal bebas pada level yang dibutuhkan,'' tuturnya.
Tidak cukup hanya anti oksidan senyawa tunggal seperti vitamin C, E dan lainnya. Mengapa demikian? Ini terkait prinsip hukum termodinamika. Prinsip ini menyebutkan bahwa energi hanya bisa berubah wujud dan tidak hilang. Juga harus mengalir dari potensi tinggi ke rendah.
Antioksidan senyawa tunggal hanya bisa menangkap elektron dan berubah menjadi radikal bebas. Nah, jika dalam tubuh tidak ada mekanisme menangkap elektron yang cukup, maka akan terjadi penumpukan radikal bebas.
Anti oksidan senyawa komplek yang ada pada jamu mempunyai kemampuan tidak menjadi radikal ketika menerima elektron dari senyawa radikal. Jamu yang bahannya mengandung logam transisi agar bisa menjadi konduktor, semi konduktor, dan kapasitor.
Virus Covid-19 yang sekarang menjadi pandemi, masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa. Mulut, hidung, dan mata. Di dalam tubuh, konflik kepentingan antara virus maupun bakteri dengan sel bisa menyebabkan infeksi.
''Fungsi jamu diperlukan agar sel-sel tubuh dapat bekerja dengan baik. Membantu membangun sistem kerja tubuh yang sering terganggu virus, bakteri atau parasit,'' katanya.
Saat tubuh dalam posisi sistem yang baik alias sehat, makhluk-makhluk penginfeksi tadi akan dilibas sebelum menjadi masalah. Jamu dapat memelihara dan memperbaiki manajemn energi pada kondisi sakit.
Lah andai ekstrak kopi telor ini sudah diproduksi masal tentu akan sangat membantu penanganan medis. Tapi kan hanya jamu? Begitu kira-kira kata para pemuja farmasi dan medis.