Kopi Sehat ala Nganak Muda
Musiknya berdebum cukup kencang. Lagu barat khas anak muda pun berkumandang seru dari balik ruang seduh. Sekilas nampak anak muda sedikit bergoyang-goyang ikuti irama disana.
Tangannya cekatan membuka pack-pack kopi yang tampaknya khusus. Pack dibuka cukup hati-hati, lalu melengketkannya kembali.
Dia mengambilnya barang sesendok, lalu menimbangnya. Sejurus kemudian terdengar menyala mesin menyerupai suara blender es.
Oh bukan, ternyata bukan blender es melainkan mesin grinder kopi. Mesin itu sedang bekerja menghaluskan kopi sesuai ukuran yang diinginkan.
Anak muda itu, yang bergoyang sembari seduh kopi itu, dialah Syamsi Riyadhi. Pemilik sekaligus barista untuk W.Coffee yang digawanginya sendiri.
Ini anak muda bukan sembarangan. Di belakang namanya tercantum S.AP. Komplitnya adalah Syamsi Riyadhi, S.AP. Dia memang baru saja menamatkan jenjang Sarjana Administrasi Publik dari Kampus Unesa. Universitas Surabaya yang dulunya adalah IKIP Surabaya.
Jalur yang beda. Kampusnya memberi gelar sarjana administrasi publik. Namun Adhi (22), demikian nama bekennya, lebih memilih menekuni dunia seduh-menyeduh kopi.
Lebih asyik, katanya. Lebih berwarna, katanya yang lain. Padahal IPK-nya tidak di bawah 3,5. Angka yang tinggi. Angka yang bisa dibuat untuk melamar kerja di beberapa posisi bergengsi. Tapi Adhi tidak melakukan ini.
"Tempat ini buat saya adalah istana. Saya bisa berkreasi. Bisa bersosialisasi dengan apa saja dan siapa saja. Tempat ini saya rintis dengan dukungan orang serumah sejak semester 5 silam. Jadi, aslinya, saya itu kuliah nyambi kerja," katanya polos.
Baginya, ini bukan persoalan berat. Yang berat itu adalah bagaimana dia bisa membuat seduhan kopi sehat. Kopi yang bisa menggugah imajinasi.
Bukan rahasia, anak-anak muda, di kota besar seperti ini punya pergaulan yang nyleneh. Suka coba-coba. Kalau larut belakangnya akan terjebak minuman keras atau narkoba.
"Saya tidak mau itu. Rusak hidup sendiri. Sementara orang tua juga bukan dari kalangan berada. Hanya menggarap distribusi koran dan agen koran kecil-kecilan di wilayah Sidoarjo. Masak saya terlibat yang nyleneh, apalagi narkoba. Ya enggaklah."
Menurut Adhi, Coffee-nya ini dulunya adalah warung kopi biasa. Menjual segala sesuatu yang bisa dijual. Pokoknya minuman. Kopinya juga hanya cukup sasetan. Pokoknya juga untung.
Namun seiring waktu, tidak asyik rasanya berjualan kopi hanya memburu untung. Tidak asyik pula punya warung yang punya semboyan pokoknya betah melek. Menjual sembarangan. Tidak ada skill yang ditawarkan dan seterusnya.
Adhi pun bertekat belajar. Nyantrik kesana kemari. Mencari ilmu kopi. Ketemulah kopi spesialty. Berikutnya dia tidak lagi menjual sasetan. Melainkan mengubah cita rasanya dengan kopi murni.
"Kopi itu sehat. Kopi yang menyehatkan. Apalagi kalau minumnya tanpa gula, uh itu tambah bisa memperpanjang umur. Dengan bekal pengetahuan ini warung kopi saya ubah untuk meraih pasar yang lebih tinggi," akunya.
Tapi bagaimanapun saya tak lupa pada ungkapan kacang tidak meninggalkan lanjaran. Atau, kacang lupa pada kulitnya. Perjuangan warung tetap dilanjutkan. Maka coffeenya diberi label W.Coffee. W itu tak lain artinya adalah warung.
Seiring matahari terbenam dan terbit, W.Coffee meroket namanya. Segmennya adalah para anak muda dan pekerja muda. Ada juga bapak-bapak bahkan ibu-ibu.
Sejauh ini Adhi bisa dibilang berhasil. Segmentasi anak muda dengan suguhan kopi sehat adalah hal yang sulit. Namun, anak muda satu ini mampu melakukannya. Apa rahasianya? Silakan bertandang, dan anak muda yang belum menikah ini akan dengan suka cita membagi ilmunya. idi