Kopi Rempah Exelsa Dewi Kumbi, A Unique Taste of Java Coffee
Seperti tokoh dalam dunia pewayangan, namanya Dewi Kumbi.Terbersit, terbayang, paras cuantik disana.Paras yang begitu diidamkan lelaki.Cantiknya mungkin seperti Dewi Uma, Dewi Sukesi, Dewi Anjani, Dewi Supraba, dan seterusnya. Eittt... jangan salah membayangkan ya, Dewi Kumbi sebenarnya adalah sebuah nama produk kopi.
Dewi Kumbi, kata Roni Suyanto, adalah nama sebuah produk kopi racikan bikinannya. Nama itu cukup pendek, padat, jelas, dan singkat, untuk diingat sebagai sebuah merk dagang. Jadi, Dewi Kumbi memang bukan nama dewi-dewi dalam wayang, tetapi mencitrakan keanggunan, keharuman, kebersihan, keasyikan, ingatan tentang sebuah kecantikan, dan seterusnya dari seorang dewi.
Sebab itu, kata Roni lagi, kemasan Dewi Kumbi diinginkan cantik, diupayakan menarik, dan dipandang aduhai. Sehingga, orang, calon pembeli, calon pelanggan, atau siapa saja yang bakal menikmati sudah tersugesti sejak pandang mata.
“Padahal itu belum merasakan. Padahal itu belum mengicipi. Begitu kemasan dibuka, begitu mengincipi, lalu menyuruput seduhan kopinya akan tergambar keharuman kopi plus rempah yang melekat hingga ingatan. Setelah melekat di ingatan maka tak segan mereka yang sudah tersugesti itu untuk membawanya pulang sebagai oleh-oleh,” kata Roni Suyanto owner produk Dewi Kumbi di rumahnya di Sepanyul 228, Gudo, Jombang – 61463.
Di ranah produk kopi rempah dengan taste tidak seperti laiknya jamu atau obat ini, boleh dibilang Dewi Kumbi adalah pemimpin pasarnya. Asyik, enak, kopinya oke, jahe dan campuran bahan lainnya begitu pas.
Sebab itu, produk ini gampang ditemukan di pusat oleh-oleh dimana pun berada. Tidak hanya di Jawa Timur, tetapi juga provinsi lain di luar Jawa Timur. Bahkan didisplay juga di Jatim Mart di Singapore, Malaysia, juga negara lainnya. Kedutaan-kedutaan Indonesia di luar negeri acap kali membawanya untuk promo dan oleh-oleh untuk para sahabat dan kolega di negeri mereka bertugas.
Sebelum tahun 2011, Dewi Kumbi adalah minuman suguhan untuk tamu di lingkup keluarga Roni Suyanto. Juga menjadi suguhan penghangat suasana saat acara-acara internal di kampung. Namanya juga suguhan, maka selalu gratis. Dari bermula hanya suguhan dan selalu gratis itu maka dari mulut ke mulut para tetangga muncul pujian kalau kopi suguhannya sip. Kopinya enak. Kopinya josss dan mantap.
“Malu-malu juga menerima pujian itu sebenarnya. Ini pujian beneran atau sanepa ala orang Jombang yang sering bilang terbalik kalau sebenarnya menemukan hal tidak enak atau tidak suka. Tapi rupanya itu pujian beneran, pasalnya pada saat lain kita diundang untuk mengikuti bazar Ramandhan untuk mengeluarkan produk kopi. Dari situlah kemudian kita mulai berniat untuk menjadikan kopi sebagai kesibukan yang lain selain bertani,” terang Roni.
Bazar Ramadhan 2011 itu nyata-nyata membuat Roni dan keluarga menjadi sibuk. Kopi yang semula berada di toples dan berada di meja dapur dikeluarkan untuk dipack satu-persatu. Karena tidak ada pengetahuan cukup, berikut dana khusus pas momen Ramadan itu, maka kopi rempah di meja dapur dikemas seadanya. Kopi dimasukkan ke kemasan plastik yang biasa untuk membuat es lilin. Sesederhana itu.
Cukup dicibir juga ketika bazar berlangsung karena memakai kemasan seadanya. Namun, justru ketika mendapat cibiran itu tekat untuk menjadikan kopi rempah yang semula hanya sajian rumahan ini menjadi bisnis yang menghasilkan rupiah.
Berganti hari setelah bazar usai, Roni Suyanto dan Istrinya yang orang Bangil ini berlari kencang untuk mendapatkan pengetahuan komoditas kopi berikut bagaimana mengemas produk yang baik. Maka, sejak itu, keluarga ini menjadi UMKM kopi yang kemudian menjelma menjadi brand Dewi Kumbi.
Untuk kebutuhan bahan baku kopi, Roni lantas belanja di pasar. Membeli beberapa kilogram kopi untuk diproduksi. Sayangnya, kopi rabusta yang biasa dia pakai sering susut agak drastis ketika diolah. “Orang bilang kopinya adalah gombong, jadi akan menyusut banyak kalau diproses menjadi bubuk,” kenang Roni.
Di saat yang lain, Roni mendengar informasi kalau di Wonosalam Jombang sebenarnya adalah pusat kopi. Disana terdapat kebun dalam jumlah besar juga ada petaninya. Di kebun Wonosalam itu ada ditanam kopi bestak untuk menyebut kopi jenis robusta, dan kopi asisah untuk menyebut kopi jenis exelsa.
Ketika bertandang ke petani, Roni menemukan kopi jenis asisah yang segera mengundang kecocokan. Dia berpikir, andai aroma kuat ini, aroma nangka yang menjadi bawaaan dasar kopi jenis exelsa digabung dengan rempah-rempah seperti yang biasa dia bikin, maka akan menjadi sesuatu produk yang berbeda.
Analisis Roni ternyata benar adanya. Campuran rempah dan kopi exelsa menemukan bentuk cita rasa yang lain. Lebih sedep dan lebih segar. Kalau kopi rempah lainnya dengan bahan baku kopi robusta kesannya seperti sedang meminum ramuan jamu. Sedangkan dengan memakai bahan baku kopi exelsa, aroma buah kopi asli mampu membaur dengan rempah yang kemudian menciptakan rasa sedap nan eksotis. Sejak saat itu, Dewi Kumbi memakai kopi exelsa sebagai bahan baku produksi.
Seiring waktu kemasan berganti. Seiring waktu pula Roni sering bersentuhan dengan program pemerintah melalui bermacam dinas untuk penguatan dan pemberdayaan. Salah satunya yang menggandeng adalah dinas koperasi baik di daerah maupun level provinsi juga level nasional. Dewi Kumbi pun kemana-mana dan akhirnya menemukan pasar sendiri dan tagline sendiri sebagai kopi oleh-oleh.
Berhasil menemukan market yang pas tidak berarti Roni Suyanto berhenti berinovasi. Ia menciptakan varian lain selain kopi rempah. Kapasitas produksinya yang mencapai 44 kg sekali naik dalam roasting atau menggoreng kopi membuat produk kopinya bisa bermacam jenis. Ada kopi campur kapulaga. Lebih pedas dan lebih strong ketimbang kopi rempah. Ada juga kopi exelsa yang dijual murni, artinya dijual polosan tanpa camburan rempah. Ada jahe putih dan jahe merah. Ada juga diversifikasi produk lain yang benar-benar cocok untuk buah tangan alias oleh-oleh. widikamidi