Kopi Karo dan Asa di Balik Bencana
Langit seakan tak begitu bersahabat saat rombongan Jenderal TNI Doni Monardo bersama pasukannya yang berjuang dalam naungan bendera Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginjakkan kaki di Tanah Karo pada hari Jumat, 18 Oktober 2019. Kabut tipis menyelimuti perbukitan Siosar. Meski waktu sudah menjelang siang, namun suhu terasa sejuk seperti di pagi hari.
Doni dan rombongan rupanya tak sendiri. Satu kolega sekaligus sahabat lamanya, orang nomor satu di Provinsi Sumatera Utara, Gubernur Edy Rahmayadi turut hadir menyertainya. Tarian adat Karo menyambut dua jenderal angkatan Delapan Lima (Delima) itu di depan tenda dan mimbar yang telah disiapkan.
"Ini seperti reuni," kata Edy.
Ucapan itu disambut tepuk tangan dari masyarakat yang hadir, wajah-wajah yang sudah menanti dua orang penting ini sejak pagi. Mereka adalah orang-orang yang berasal dari beberapa desa di lereng Gunung Sinabung dan harus direlokasi karena aktivitas vulkanik dari anak dari Gunung Danau Toba itu tak kunjung henti sejak 2010 lalu.
Kedatangan Doni dan Edy di tanah relokasi itu adalah untuk melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan hunian tetap (huntap) tahap ketiga. Pemerintah Pusat melalui BNPB akan membangun sebanyak 892 unit huntap dengan total biaya senilai 162 milyar rupiah dari dana hibah rehabilitasi dan rekonstruksi tahun anggaran 2018.
Dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan rumah, infrastruktur dasar seperti plumbing atau sanitasi dan jaringan air, penerangan dan jalan. Sedangkan untuk lahan, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara masih melakukan proses pematangan lahan sejumlah 1.022 petak.
Selain itu, Doni juga memberikan bantuan berupa alat pengupas dan pengolahan kopi sebanyak 30 alat dari BNPB, 1 alat dari Kementerian Pertanian dan 40 alat dari Badan Usaha. Pemberian bantuan tersebut sekaligus sebagai upaya BNPB dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dan pemulihan ekonomi.
Masyarakat Karo telah lama hidup berdampingan dengan kopi. Kopi Karo sendiri sudah menjadi komoditi perkebunan yang penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang hidup di Kabupaten Karo. Kopi yang dibudidayakan oleh salah satu suku yang mendiami dataran tinggi di Sumatera Utara itu berjenis Arabika.
Dihadapan para tetua kampung, pemuka adat, pemuka agama dan masyarakat Karo, Doni beharap agar kualitas Kopi Karo bisa bersaing dan memiliki nilai setara minuman anggur di Eropa. Jenderal yang sukses mempelopori 'Citarum Harum' itu sangat optimis dan mendukung penuh upaya peningkatan perekonomian masyarakat yang menjunjung tinggi kearifan lokal, seperti yang sudah dilakukan warga Karo melalui kopi.
"Kopi Karo harus bisa setara dengan segelas wine," kata Doni sembari menyeruput secangkir Kopi Karo dan disambut tepuk tangan meriah warga.
Lebih dari itu, mantan Komandan Jenderal Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga mengharapkan agar potensi yang dimiliki Karo seisinya bisa mendongkrak perekonomian masyarakat melalui pariwisata, sebagaimana yang telah menjadi program pemerintah dalam rangka menciptakan "10 Bali Baru" di mana salah satunya adalah Kawasan Danau Toba dan sekitarnya.
Ke depannya, tanah surga yang indah dan didiami oleh orang-orang yang terdampak bencana itu diharapkan menjadi tanah kehidupan dengan masyarakatnya yang bangkit dan lebih baik lagi dalam menyongsong hari esok.
"Kita harus tiru semangat Sisingamangaraja. Hal itu harus dimiliki oleh masyarakat Karo. Selalu ada asa di balik bencana," tutup Doni.