Kopi dan Jambret
Aneh. Apa hubungannya? Kopi ya kopi. Jambret ya jambret. Dua dunia yang jelas berbeda. Lalu, ya sudah, tak perlu dijelaskan, karena memang tak ada hubungannya. End. Selesai.
Tapi bagaimana kalau keduanya dipaksakan untuk dihubungkan. Dicarikan jalan keluar. Seperti permaninan politik. Yang katanya selalu ada jalan lain. Yang katanya selalu ada jalan tengah. Selalu ada kompromi. Tak ada yang tidak bisa. Kalau begitu ya oke. Kopi dan jambret ternyata ada hubungannya! Erat bahkan.
Kalau begitu bagaimana hubungannya? Seperti hubungan suami istri? Seperti suami istri yang sedang padu di rumah? Padu itu bahasa Jawa. Bahasa Indonesianya adalah bertengkar. Bertengkar karena urusan sepele biasanya. Urusan gedenya karena uang belanja buat biaya berselingkuh.
Atau, hubungannya seperti LGBT? LGBT itu istilah sadisnya adalah jeruk makan jeruk. Bagaimana bisa jeruk makan jeruk?
Aih... sungguh istilah yang sangat dipaksakan. Membayangkan saja wis ndak mungkin. Jeruk kok makan jeruk. Sungguh tak terbayangkan.
Tetapi fenomena itu benar-benar ada. Bahkan LGBT dekat di sekitar kita. Selalu dibicarakan orang. Selalu dibicarakan zaman. Lalu? Emm... kita mau bicara kopi dan jambret, dan tidak sedang dalam ranah LGBT.
Pembicaraan soal Jambret, seminggu terakhir, bukan main. Warung-warung kopi di seantero kawasan Jalan Arjuno, juga jalan-jalan tetangganya Arjuno seperti: jalan Bromo, Patua, Petemon Kali, Petemon Timur, Wonorejo, Kedungdoro, Anjasmoro, Widodaren, Jalan Tidar, Blauran, dan lain-lain tak ada yang tidak berdengung soal jambret. Kuabeh ngomongkan jambret.
Asu tenan jambret-jambret itu. Jancok, njaluk disuwek-disuwek raine. Jancok asu! kecekel matek koen mbret. Dialek khas Suroboyo meruap. Kasar, jujur. Bercampur dendam kesumat. Kesumat karena tak tahu lagi harus melampiaskan keresahan ini kemana. Kesumat karena peduli terhadap korban yang makin banyak berjatuhan. Ada yang luka, ada yang mati.
Kejadian di waktu subuh. Kejadiannya menjelang pagi. Kejadian yang tak banyak dilihat orang. Kejadian yang tak diduga. Gadis 19 tahun itu mau ke Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Hendak bepergian. Karena praktis dia naik ojek online menuju stasiun. Jambret datang dari belakang, lalu...
Korban jambret paling mengenaskan, paling mengundang kesumat, paling menjadi topik panas dan ganas di warung-warung kopi itu adalah di Jalan Arjuno. Kasus seminggu-an yang lalu.
Kejadian di waktu subuh. Kejadian menjelang pagi. Kejadian yang tak banyak dilihat orang. Gadis itu mau ke Stasiun Pasar Turi. Hendak bepergian. Karena praktis dia naik ojek online menuju stasiun.
Celakanya, tanpa sadar, si tukang ojek juga tak sadar, kalau perjalanan sudah diikuti jambret. Mereka berboncengan. Tiba di Jalan Arjuno yang memang sepi di jam-jam itu, mereka beraksi. Memepet lalu menjambret.
Si gadis yang memakai rok dan memangku tasnya kaget. Reflek dia mempertahankan tas. Celaka, tarikan kuat tangan jambret membuat keseimbangan motor goyang. Motor lalu oleng dan ndelosor. Jambret kabur kencang. Tas selamat. Tapi si gadis naas. Dia luka parah. Kepalanya membentur aspal hingga cedera otak parah. Hingga kini masih tergolek koma di RSUD Dr Soetomo, Surabaya.
Ini yang meruapkan kesumat. Belum juga naas ini berhenti jadi perbincangan, kasus serupa esok paginya juga terulang. Korbannya gadis juga, dia bekerja di kantor notaris. Hendak ke bank di Jalan Diponegoro, Surabaya. Jalan yang masih tetangga Jalan Arjuno. Dia sudah dipakiran bank. Dihampiri orang. Dipepet, wettt, jambret beraksi dengan sukses.
Hampir bersamaan, jambret serupa terjadi dalam sejalur sekawasan. Juga minggu ini. Di kawasan jalan Semarang. Jambret beraksi lalu kabur ke arah jalan Kranggan, Surabaya. Kali ini dia apes. Kejebak dalam kemacetan. Tertangkap oleh para pengejar. Dua jambret yang ternyata masih belia dihajar habis. Coba kalau polisi di depan Mall BG Junction tak segera datang dengan sigap. Pasti dua jambret itu matek jadi perkedel.
Kopi dan jambret. Kali itu, dua “partikel” yang tidak ada hubungannya ini bisa dihubungkan. Dihubung-hubungkan persisnya. Orang masuk warung kopi butuh ngobrolkan sesuatu. Bicara para Caleg yang lagi rame pendaftaran, sudah bosan. Begitu-begitu saja. Tak ada yang baru. Paling-paling ya njekethek. Kalau sudah jadi, dilantik jadi anggota dewan yang terhormat, pasti jadi kacang lupa sama kulit. Kacang lali lanjarane.
Jambret mungkin juga ngopi. Doyan kopi malah. Ngopi dan duduk berlama-lama di warung kopi. Sambil mengintai calon mangsa. Sembari mendengarkan rasanan-rasanan tak berujung itu, dan tertawa liar dalam hati. Mungkin dia juga mengasah logika apa terjadi jika tertangkap mereka. Matek atau hanya sekadar dipisuhi. “Asu koen mbret.” widikamidi
Advertisement