Kopi Dalam Catatan Thomas Stamford Raffles
Thomas Stamford Raffles adalah letnan gubernur Inggris di tanah Jawa (Lieutenant Governor of Java) mulai tahun 1811-1816 di bawah perintah Gubernur Jendral (di Hindia Belanda), Sir Gilbert Elliot Murray-Kynyn Mond (1751-1814) atau yang lebih dikenal dengan nama Lord Minto.
Selama di tanah Jawa, Raffles membuat karya monumental yang diberi nama "The History of Java", sebuah buku sejarah tentang Jawa yang pertama kali diterbitkan pada 1817.
Buku ini dibuat dalam dua jilid besar: Jilid I berisi 479 halaman dan Jilid II terdapat 291 halaman. Buku ini pada jamannya sudah dilengkapi dengan ilustrasi gambar berwarna yang cukup mewah dan menarik.
The History of Java menjadi bukti kecintaan Raffles di tanah Jawa. Betapa tidak? Buku, yang telah dicetak ulang oleh Oxford University Press, London (1965), menyajikan dan mengupas habis banyak hal yang ada di Jawa. Ada sistem pemerintahan, ada seni dan budaya, peradaban Jawa, pertanian hingga beragam jenis tanaman.
The History of Java menjadi rekam jejak Raffles selama di tanah Jawa (1811-1816) dan buku ini sendiri menjadi referensi edukasi yang ilmiah di belahan dunia.
Dari sekian banyak topik yang diulas oleh Raffels di buku The History of Java, salah satunya adalah tanaman kopi. Menurut Raffles, tanaman kopi dibawa ke Jawa oleh Belanda pada abad 18.
Ketika itu tanaman kopi dimonopoli oleh VOC mulai dari penanaman, perawatan sampai pengangkutan hasil panennya ke gudang gudang oleh penduduk atas paksaan dan tekanan serta berbagai tindak kekerasan oleh para mandor yang diupah penguasa.
Sebelum tahun 1808, perkebunan kopi hanya ada di kawasan Sunda atau di wilayah barat Jawa. Sementara di wilayah Jawa bagian timur, hanya ada di beberapa titik saja.
Namun, ketika Herman William Daendels berkuasa sebagai gubernur jenderal (1808-1811), tanaman kopi tumbuh di berbagai lahan dan semua perkebunan hanya difokuskan pada tanaman kopi sehingga seluruh provinsi di Jawa dipenuhi kebun kopi.
Kualitas kopi Jawa dibandingkan dengan kopi-kopi di negara lain, misalnya Bourbon (Africa) terus bersaing selama bertahun-tahun dan akhirnya keduanya dianggap lebih berkualitas dari produksi kopi India Barat.
Di Jawa, kebun kopi memerlukan tanaman pelindung. Di dataran rendah, menurut Raffles dalam The History of Java, pohon-pohon pelindung itu antara lain adalah serap, dori dan waru. Ada juga kebun kopi yang tumbuh di dataran tinggi, seperti di lereng-lereng pegunungan (seperti gunung Arjuno).
Secara natural pohon-pohon pelindung yang tumbuh di lereng gunung Arjuno, tepatnya di kawasan Prigen, Kabupaten Pasuruan, adalah pohon endemik, seperti nangka, petai dan pinus.
Adapun jenis tanaman kopi yang tumbuh di sana adalah kopi jenis Arabica dan Robusta. Pohon kopi di lereng Arjuno sudah ada sejak era Kolonial. Ada warga setempat, di desa Jatiarjo, masih menyebut salah satu jalan di lereng gunung Arjuno dengan sebutan jalan Tuan.
Menurut Renza, pemuda pegiat budidaya tanaman kopi dan pengolahan kopi, sebutan jalan Tuan ini populer di antara para orang tua karena dulu jalan Tuan itu adalah salah satu jalur ke arah kebun kopi di lereng Arjuno di era kolonialisasi.
Karena kondisi alam di lereng Arjuno yang masih natural, cara pengolahan kopi dari kebun tidak dilakukan secara masal. Akibatnya bijibiji kopi dari hasil kebun hanya dijual dalam kemasan kiloan.
Renza, sosok pemuda desa, memandang potensi alam ini luar biasa, tetapi belum terkelola dan termanfaatkan secara maksimal. Karenanya ia berinisiasi menjadikan hasil kebun kopi di desanya berekonomi lebih tinggi. Maka pengelolaan hasil kebun harus profesional sebagai upaya branding desa dengan hasil kebunnya, kopi.
"Kampung Kopi". Itulah kata kunci yang dibuat untuk menjadikan desa Jatiarjo, Prigren, Kabupaten Pasuruan sebagai sentra produksi kopi. Biji-biji kopi yang telah dipanen dari kebun di lereng Arjuno, selanjutnya langsung diolah secara profesional untuk dijadikan biji kopi siap olah dan bahkan bubuk kopi siap seduh.
Untuk menunjukkan penanganan secara profesional di lingkungan desa, Renza membeli alat sangrai kopi modern. Tidak hanya menerima jasa sangrai, ia juga mengedukasi pemuda desa dan warga bagaimana menyangrai biji kopi yang baik dan profesional.
Produksi kopi di lereng Arjuno memperkenalkan cara-cara organik sehingga menghasilkan biji kopi dan bubuk kopi yang sehat. Label kopi organik dan sehat inilah yang mulai melekat pada produksi kopi dari Jatiarjo, Prigen, Pasuruan.
Tidak sekali dua kali, produk kopi organik dan sehat ini menembus pasar ibukota dan kota-kota besar lainnya di Jawa. Dua di antara produk kopi dari desa Jatiarjo adalah Kopi Tjap Djaran dan Kopi Gumandar.
Melalui branding Kampung Kopi, biji-biji kopi mentah yang awalnya hanya dijual kiloan dengan harga rendah, kini memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pun demikian dengan biji-biji kopi masak (sangrai) dan bubuk kopi siap seduh. Kopi lereng Arjuno tumbuh di lahan yang subur dan terbudidaya secara organik sehingga menghasilkan biji-biji kopi yang enak.
Apalagi proses sangrainya diperlakukan secara profesional dengan menggunakan mesin sangrai modern, maka menghasilkan produk kopi yang berkualitas. Kopi Arjuno, dari desa menuju kota.
Advertisement