Kopi, Business Opportunity dan Masa Depan Generasi Bangsa
Oleh: Wahidah Zein Br Siregar
Dosen Hubungan Internasional di UIN Sunan Ampel, Surabaya
Pertumbuhan warung kopi atau kafe berkembang pesat. Warung kopi menjamur dengan berbagai fasilitas yang menarik generasi muda utamanya remaja laki-laki. Regulasi yang sehat bagi industri dan konsumen dibutuhkan untuk melindungi keduanya dari dampak yang belum banyak diteliti di masa depan.
---
Beberapa tahun belakangan ini, kita melihat pertumbuhan warung kopi atau café dalam istilah populernya, sangatlah pesat. Kafe-kafe itu bisa berbentuk sangat mewah dan berkelas untuk orang-orang berduit, berbentuk sedang-sedang saja mewahnya untuk mereka yang duitnya tidak terlalu banyak, atau berbentuk sangat sederhana untuk mereka dengan uang pas-pasan atau yang diperbolehkan berutang.
Warung Kopi di Masa Lalu dan Kini
Di masa kecil saya, saya ingat, warung kopi biasanya dihampiri oleh bapak-bapak yang sudah lumayan tua, yang sudah berusia lanjut, yang sudah pensiun dari tugasnya. Mereka yang ingin bertemu dan ngobrol dengan teman-temannya sepulang dari sholat shubuh di masjid. Kopi menjadi sarapan mereka didampingi dengan pisang atau singkong goreng yang hangat.
Tetapi kini anak-anak muda, bahkan para remaja sudah memenuhi warung-warung kopi tersebut. Nongkrong di warung kopi telah menjadi gaya hidup (life style) masyarakat tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan. Selain ngobrol dengan teman-temannya, banyak juga yang mengerjakan tugas-tugas kuliah, sekolah, atau kantor. Apalagi jika internet di warung kopi tersebut kencang sinyalnya.
Kemunculan warung-warung kopi atau kafe ini, dalam pandangan sesaat, tentu cukup baik, terutama dari sisi pertumbuhan ekonomi. Banyak pebisnis-pebisnis pemula (startup) yang bisa memulai usahanya dengan membuka kafe. Begitupun mereka yang sudah mapan bisnisnya, dengan polesan dan desain kafe yang menarik mereka bisa mendatangkan para pemilik uang untuk datang menghabiskan pundi-pundi mereka.
Panasnya Bisnis Kafe
Bahkan mendatangkan mereka yang sebenarnya tidak terlalu berduit, tetapi berlagak seperti orang berduit yang dengan berbagai cara mencoba untuk menikmati sajian mahal pada kafe-kafe yang sangat menggiurkan tersebut.
Kafe saat ini telah membukakan business opportunity. Seorang anak muda pebisnis kafe, pada sebuah media nasional mengatakan, dia membeli kopi mentah yang masih hijau langsung dari petani seharga Rp 80.000,-. Namun jika dia telah me-roasted nya, harga sekilo kopi menjadi Rp 250.000,- sampai Rp 300.000,-.
Menakjubkannya, para penikmat kopi di kafe-kafe telah juga menjadi para pengiklan sukarela dari kafe-kafe tersebut. Mereka memberitahukan khalayak tentang kehadiran mereka di kafe tersebut. Mereka mengambil foto atau membuat video tentang kehadiran mereka, menyebutkan jenis kopi yang mereka pesan dan minum, termasuk makanan atau camilan penyertanya.
Foto atau video tersebut lalu dibagikannya ke seluruh media sosial yang dia miliki. Teman-teman media sosialnya yang melihat foto tersebut kemudian berusaha sekuat tenaga untuk menikmati kopi ke kafe tersebut. Para penikmat kopi menjadi influencers bagi rekan-rekan dan handai taulannya.
Bisnis Kafe untung Atau Buntung?
Namun, pernahkah kita menelusuri secara mendalam, apa benar kehadiran kafe-kafe yang membuka peluang bisnis dan dapat memberikan keuntungan ekonomi tersebut, juga memberikan keuntungan secara sosial, termasuk dalam soal kesehatan para penikmatnya?
Sebandingkah kira-kira keuntungan ekonomi yang diperoleh dengan keuntungan sosialnya? Adakah dampak sosial yang ditimbulkan oleh kemunculan kafe-kafe tersebut, terutama pada generasi muda yang akan melanjutkan pembangunan dan eksistensi negeri ini?
Terus terang, sebagai seorang ibu yang juga berkecimpung dalam dunia pendidikan, saya merasa khawatir terhadap pertumbuhan kafe-kafe yang sangat banyak ini. Pertumbuhan yang seolah tidak terkendali. Selain kemudahan menjangkaunya, lamanya kafe ini beroperasi setiap harinya juga menjadi keresahan saya.
Dalam perjalanan saya dari rumah menuju kampus dan sebaliknya, tidak kurang dari 25 kafe yang saya temukan. Padahal jarak rumah dan kampus hanya berkisar 6 kilometer. Secara perhitungan kasar bisa saya katakan, dalam setiap 400 meter yang saya lalui saya akan melihat sebuah warung kopi.
Keresahan saya bertambah ketika kafe-kafe tersebut berada di ruang terbuka yang membolehkan pengunjungnya untuk merokok sepanjang waktu. Begitu pula dengan kafe - kafe yang dilengkapi dengan Air Conditioner, yang sejuk dan nyaman tetapi menyediakan ruang merokok bagi pengunjungnya.
Bagaimana kira-kira dampak kopi ini bagi kesehatan para penikmatnya, generasi muda yang akan meneruskan perjuangan dan pembangunan negeri ini? Apakah kopi ini merupakan minuman yang bermanfaat dan berkhasiat bagi mereka atau sebaliknya? Bagaimana pula akibatnya jika mereka menyeruput kopi dengan nikmatnya sambil merokok? Apakah sudah ada pengujian klinis terhadap beragam jenis kopi yang disajikan dengan berbagai jenis cara penyiapan dan campurannya pada warung-warung kopi atau kafe-kafe tersebut?
Belum lagi jika saya kaitkan dengan semangat belajar para mahasiswa. Apa yang terjadi pada para mahasiswa jika mereka menghabiskan sekian banyak waktu di kafe-kafe tersebut? Apalagi jika sampai larut malam, bahkan sampai dini hari.
Suatu waktu karena urusan tugas saya pulang ke rumah pada jam 1 dini hari, saya lihat anak-anak muda masih duduk dengan santainya dengan cangkir atau gelas kopi di hadapan serta rokok di tangannya. Bagaimana masa depan anak-anak muda ini, pikir saya. Jika esok paginya mereka harus kuliah atau bekerja, mampukah mereka untuk berkonsentrasi? Berapa jam mereka tidur? Apa kira-kira akibat lain dari mereka yang kurang tidur?
Dari penelusuran saya melalui sumber-sumber internet, saya melihat, meminum kopi memang dapat mendatangkan kebaikan, seperti: tubuh lebih berenergi, dapat menurunkan berat badan, menyehatkan pencernaan, tidak mudah menjadi pelupa, mengurangi risiko penyakit kanker, dan meningkatkan semangat.
Akan tetapi dampak buruknya juga cukup signifikan: meningkatkan kecemasan dan emosi, kecanduan kopi, naiknya kadar kolesterol, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya palpitasi atau detak jantung, memperburuk sakit maag atau gerd, meningkatnya risiko terkena diabetes, dan imsonia atau susah tidur.
Dengan demikian, para penikmat kopi harus mempertimbangkan dengan baik apakah kebiasaannya nongkrong di café akan membawa kebaikan atau keburukan bagi dirinya.
Regulasi Sehat bagi Konsumen dan Industri
Terbukanya business opportunity akibat dari trend minum kopi yang sudah menjadi gaya hidup baru masyarakat ini tentu harus dibarengi dengan regulasi atau aturan yang baik agar keuntungan maksimalnya bisa diperoleh, dan kerugiannya bisa diminimalisasi.
Pemerintah harus membuat regulasi, berapa kira-kira jumlah usaha kafe yang sebanding dengan jumlah penduduk di satu daerah, berapa jam sebuah kafe dapat beroperasi setiap harinya, dan lain-lain. Regulasi ini tidak dimaksudkan untuk menyulitkan usaha masyarakat tetapi untuk memberikan keuntungan yang fair bagi pengusaha maupun konsumen. Pengusaha mendapat keuntungan, konsumen tidak menjadi korban dari sisi kesehatan maupun sosial.
Jika tidak ada regulasi yang baik, generasi muda kita akan menjadi generasi yang suka bermalas-malasan, generasi yang sakit-sakitan, generasi yang tidak punya pendirian teguh, generasi yang lebih suka ngobrol daripada bekerja, karena mudah sekali mengikuti trend yang belum tentu menguntungkan bagi dirinya.
Para pebisnis pemula tentunya juga harus berhati-hati dalam memilih kopi sebagai komoditas yang ditawarkan. Sesuatu yang cepat tumbuh bak jamur di musim hujan biasanya juga akan cepat punah jika hujan telah berhenti. Banyak juga terdengar para pebisnis pemula di arena kopi ini menjadi kecewa dan gulung tikar, sebab yang datang ke warung kopi atau kafenya hanya membeli secangkir kopi tetapi duduk dan ngobrol berlama-lama.
Mereka datang untuk memanfaatkan sinyal internet yang disediakan, atau aji mumpung menjadikan kafe menjadi tempat pertemuan yang murah meriah. Walhasil tagihan listrik, internet, dan air pengusaha kafe menjadi membengkak. Wallahu a’lam…